Hidaya Nur Wahid Tegaskan NKRI Tak Bisa Diubah dengan Khilafah

JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) saat memberi Sosialisasi Empat Pilar MPR kepada warga Jakarta Selatan di Cilandak Barat, Jakarta, pada 2 Desember 2017 mengatakan, agar masyarakat Indonesia jangan bosan dan terus mempertahankan NKRI.

goaceh
Minggu, 3 Desember 2017 | 21:46 WIB
Hidaya Nur Wahid Tegaskan NKRI Tak Bisa Diubah dengan Khilafah
Sumber: goaceh

JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) saat memberi Sosialisasi Empat Pilar MPR kepada warga Jakarta Selatan di Cilandak Barat, Jakarta, pada 2 Desember 2017 mengatakan, agar masyarakat Indonesia jangan bosan dan terus mempertahankan NKRI.Pasalnya kata Hidayat, bahwa NKRI dipilih bangsa Indonesia sebagai bentuk perlawanan kepada penjajah. "Bangsa Indonesia sepakat memilih bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak merdeka," ujarnya.loading... Bentuk NKRI itu kata dia, juga tertuang sejak tanggal 18 Agustus 1945 dalam UUD Tahun 1945 dalam Bab I, Pasal I, dan Ayat 1. Ads Bentuk NKRI dipertegas oleh MPR periode 1999-2004 di mana bentuk ini tak boleh diubah dengan cara dan bentuk apapun. "Tak boleh diubah menjadi negara komunis, khilafah, atau bentuk separatis lainnya," ujar HNW. Diakui oleh HNW bentuk Indonesia menjadi NKRI penuh jalan berliku. Ketika Indonesia merdeka, Belanda tak rela sehingga ia berupaya untuk menjajah kembali. "Mereka melakukan agresi militer," ujarnya. Agresi militer tersebut mampu memaksa Indonesia menandatangani Perjanjian Linggarjati pada tahun 1946. "Perjanjian membuat bentuk Indonesia dari NKRI menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Jadi NKRI hanya berumur 1 tahun 3 bulan," tambahnya. Sejak itulah kata HNW, wilayah RIS pun masih sebatas meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Tak puas dengan wilayah itu, Belanda menyerang kembali hingga ditandatangani Perjanjian Konferensi Meja Bundar pada 27 Desember 1949. Dari perjanjian itu, menyatakan RIS menjadi salah satu dari 16 negara bagian lain seperti RIS Sumatera Timur, Dayak Besar, Madura, dan Indonesia Timur. "Indonesia pun harus menjadi anggota Persemakmuran Belanda dengan pemimpin tertinggi Ratu Belanda," ungkap HNW. Indonesia pun dipaksa membayar hutang pampasan perang," tambahnya. Dari kondisi yang demikian muncullah tokoh Mohammad Natsir. "Ia adalah Ketua Fraksi Masyumi di Parlemen," ujarnya. Pada masa itu, 3 April 1950, M Natsir menyampaikan pidato di Parlemen. Dalam pidato, Natsir mengatakan kita telah menyimpang dari tujuan Indonesia merdeka. Penyimpangan itu adalah dalam bentuk negara. Cita-cita Indonesia merdeka adalah NKRI tapi pada saat itu kok bentuknya RIS. Untuk itulah ia menyatakan Mosi Integral, mosi yang menyatakan Indonesia kembali ke bentuk NKRI.  Mosi itu, menurut HNW, diterima oleh semua pihak, Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri juga mendukung. "Berkat mosi dari Natsir itu, Indonesia kembali ke NKRI hingga saat ini. Mosi itu juga bentuk penolakan hasil Konferensi Meja Bundar," pungkasnya. ***

BERITA LAINNYA

TERKINI