Korea Utara mengatakan hari Rabu (17/6) akan memindahkan lebih banyak pasukan ke Zona Demiliterisasi dan melanjutkan manuver militer di kawasan perbatasan, setelah sehari sebelumnya meledakkan Kantor Penghubung Utara-Selatan di kawasan perbatasan Kaesong. Tidak ada korban dalam peledakan itu, karena kantor itu memang dalam keadaaan kosong.
Pengumuman Korea Utara ini adalah eskalasi terbaru dari serangkaian kecaman keras yang dilayangkan Korea Utara ke Korea Selatan selama beberapa hari terakhir. Para pengamat mengatakan, eskalasi yang dipicu dari Korea Utara memang sudah diperkirakan, dengan tujuan untuk menekan Amerika Serikat dan Korea Selatan agar melanjutkan perundingan nuklir yang sekarang terhenti karena penolakan Presiden AS Donald Trump.
Kantor berita Korut KCNA mengatakan, langkah-langkah keras yang diambil adalah pembalasan atas kegagalan Korea Selatan mencegah aksi para pembelot Korea Utara yang melayangkan selebaran propaganda anti Korea Utara dari perbatasan di Korea Selatan.
Perang kata-kata
Kim Yo Jong, saudara perempuan pemimpin Korut Kim Jong Un, sebelumnya menyatakan menolak tawaran Presiden Korea Selatan Moon Jae-in yang ingin mengirim utusan khusus ke Pyongyang untuk meredakan ketegangan. Dia menyebut tawaran itu sebagai "lelucon murahan“ dan sebuah "tipuan".
Sebagai tanggapan, juru bicara kepresidenan Korsel Yoon Do-han menyebut pernyataan Kim Yo Jong sebagai tindakan “sangat kasar”dan “irasional”.
"Kami memperingatkan, kami tidak akan lagi mentolerir tindakan dan kata-kata Korea Utara yang tidak masuk akal," kata Yoon Do-han.
Kementerian Pertahanan Korsel mengatakan, ancaman Korea Utara akan melanggar beberapa kesepakatan antar-Korea. "Korea Utara pasti akan membayar harganya jika tindakan itu diambil," kata sebuah pernyataan yang dirilis Kementerian Pertahanan di Seoul.
Kota 'Lambang Peradaban Modern' di Korea Utara Samjiyon, kota yang berubah
Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un (kedua dari kanan) meresmikan rampungnya pembangunan dan renovasi kota Samjiyon. Kim memuji kota itu sebagai "lambang peradaban modern."
Kota 'Lambang Peradaban Modern' di Korea Utara Disebut sebagai kota kelahiran Kim Jong Il
Kota Samjiyon terletak di dekat Gunung Paektu, jaraknya sekitar 15 kilometer dari Sungai Yalu yang memisahkan Korea Utara dan Cina. Situs ini menyandang status suci di Korea Utara karena disebut sebagai tempat kelahiran ayah dan pendahulu Kim Jong Un, Kim Jong Il.
Kota 'Lambang Peradaban Modern' di Korea Utara Dilengkapi resor ski
Samjiyon digambarkan sebagai "kota pegunungan modern di bawah sosialisme." Di kota ini tersedia perumahan untuk 4.000 keluarga, menurut kantor berita resmi KCNA. Kota ini juga dilengkapi dengan rumah sakit, fasilitas kebudayaan, dan resor ski.
Kota 'Lambang Peradaban Modern' di Korea Utara Inisiatif besar
Pembukaan kota resor Samjiyon menampilkan atraksi kembang api dan melibatkan kemeriahan yang luar biasa. Kota ini menjadi bagian dari inisiatif ekonomi terbesar yang dilakukan Kim sebagai upaya untuk memberdayakan "perekonomian yang mandiri" di tengah sanksi AS.
Kota 'Lambang Peradaban Modern' di Korea Utara Hadapi 'kendala dan tantangan'
Media pemerintah mengatakan proyek itu berhasil diselesaikan meski menghadapi "cobaan terburuk" serta "kendala dan tantangan," tanpa menjelaskan lebih lanjut maksudnya. Proses konstruksi sempat ditunda karena kekurangan bahan dan tenaga kerja sebagai akibat sanksi internasional yang diberlakukan untuk mengekang program nuklir negara itu.
Kota 'Lambang Peradaban Modern' di Korea Utara Pekerjakan brigade pekerja muda
Pyongyang memobilisasi brigade pekerja muda untuk mengerjakan proyek ini. Para pembelot dan aktivis hak asasi manusia Korea Utara menyamakan ini dengan "kerja paksa" karena pekerja mendapat makanan yang buruk, tidak digaji dan dipaksa bekerja lebih dari 12 jam sehari hingga 10 tahun. Mereka dijanjikan dapat kesempatan lebih bagus untuk masuk universitas atau ke Partai Buruh yang berkuasa. (ae/)
Dampak kegagalan perundingan nuklir dengan AS
Peledakan Kantor Penghubung Utara-Selatan di kawasan industri Kaesong terjadi setelah Pyongyang mengecam keras aksi-aksi para pembelot Korea Utara yang lari ke Korea Selatan. Mereka sering mengirim pamflet dan material anti Korea Utara yang disebar dengan balon udara.
Kim Yo Long, yang sempat disebut-sebut sebagai calon kuat menggantikan Kim Jong Un jika berhalangan, sempat mengancam akan melakukan "tindakan drastis“ jika Korea Selatan tidak menghentikan "aksi provokasi“ itu.
Namun para pengamat mengatakan, Korea Utara frustasi karena tidak ada kelanjutan pembicaraan antara Donald Trump dan Kim Jong Un, yang pertama kali melakukan pertemuan langsung di Singapura. Ketika itu, foto kedua pemimpin berjabat tangan mejadi peristiwa bersejarah yang mendapat sorotan luas. Donald Trump menyebut Kim Jong Un sebagai "pemimpin“ dan "teman”. Tetapi perundingan nuklir sekarang terhenti, setelah AS menolak mencabut sanksi ekonomi.
Kedua negara Korea secara teknis masih berada dalam keadaan perang, setelah perang antar Korea tahun 1953 hanya diakhiri dengan kesepakatan gencatan senjata, tanpa perjanjian damai.
hp/vlz (afp, rtr, ap)