Washington, DC, pada Rabu (10/06) mendesak orang-orang yang telah berpartisipasi dalam protes menentang kebrutalan polisi dan rasisme sistematis di Amerika Serikat (AS) untuk dites COVID-19.
Washington bersama pemerintah lokal lain, termasuk Boston, Dallas, dan negara bagian New York, meminta pengunjuk rasa untuk dites, setelah ribuan orang berkumpul di jalan-jalan AS di masa pandemi. Permintaan ini dikeluarkan karena AS menjadi negara dengan kasus positif COVID-19 tebanyak di dunia, yakni dengan lebih dari dua juta orang terinfeksi dan telah menyebabkan sedikitnya 115.000 kematian.
"Jika Anda khawatir terpapar saat berada di kerumunan atau di salah satu aksi unjuk rasa, kami mendesak Anda untuk dites...antara tiga dan lima hari, tidak lebih cepat," ujar walikota Washington, Muriel Bowser.
Washington ini juga mendorong pengunjuk rasa untuk memantau diri mereka sendiri untuk melihat tanda dan gejala penyakit pernapasan. Warga juga diminta untuk bekerja dari rumah, jika mungkin, selama 14 hari dan membatasi pergerakan mereka. Namun, pejabat kesehatan Washington, LaQuandra Nesbitt menambahkan bahwa pembatasan seperti itu tidak sama dengan karantina.
Ahli peringatkan potensi lonjakan kasus COVID-19
Washington, DC, telah meningkatkan ketersediaan pengujian gratis, termasuk menawarkan tes COVID-19 di stasiun-stasiun pemadam kebakaran pada malam hari dan akhir pekan.
Seruan bagi pemrotes untuk dites COVID-19 muncul karena beberapa ahli kesehatan masyarakat, termasuk ahli penyakit menular AS Anthony Fauci, telah memperingatkan bahwa demonstrasi dapat menyebabkan lonjakan dalam kasus COVID-19.
Sementara,beberapa tentara Garda Nasional DC telah dinyatakan positif COVID-19, meskipun belum memberikan jumlah pasti.
Protes yang dimulai di Minneapolis, dan menyebar ke seluruh AS serta di beberapa negara lain, dipicu oleh kematian George Floyd. Seorang pria Afrika-Amerika tak bersenjata yang tewas karena lehernya ditekan dengan lutut selama hampir sembilan menit oleh mantan polisi Minneapolis Derek Chauvin, meski beberapa kali Floyd memohon: “Aku tidak bisa bernapas.” Chauvin telah ditahan di penjara negara bagian dan didakwa dengan melakukan pembunuhan tingkat dua.
Protes di kota-kota AS menjadi yang terbesar dalam beberapa hari terakhir.
pkp/rap (Reuters)
Seantero AS Protes Kematian George Floyd “Saya tak bisa bernafas”
Gelombang protes terkait aksi brutal polisi terhadap orang kulit hitam dengan cepat menyebar dari Minneapolis ke kota-kota di seluruh AS. Protes dimulai di negara bagian Midwestern, sebagai reaksi atas perlakuan petugas polisi yang memborgol dan menekan leher George Floyd (46) -seorang pria kulit hitam- dengan lutut hingga meninggal. Floyd sempat meronta sambil mengatakan “Saya tak bisa bernafas.”
Seantero AS Protes Kematian George Floyd Berujung ricuh
Di Washington, pasukan Garda Nasional dikerahkan di luar Gedung Putih. Ribuan pengunjuk rasa berkumpul di Taman Lafayette sambil menyalakan suar. Satu orang tewas dalam penembakan di pusat kota Indianapolis, namun polisi mengklaim tak ada petugas terlibat. Sejumlah petugas polisi terluka di Philadelphia, sementara di New York dua kendaraan NYPD menerobos massa, membuat pengunjuk rasa tersungkur.
Seantero AS Protes Kematian George Floyd Cuitan kontroversial Trump
Merespon aksi protes yang berujung penjarahan di sejumlah kota di AS, Presiden Donald Trump pun mengancam akan mengirim pasukan militer untuk meredam gelombang protes. Bahkan ia sempat mencuit melalui akun Twitter-nya, “..ketika penjarahan dimulai, maka penembakan dimulai. Terima kasih!” Sontak cuitan Trump memicu ketegangan seantero AS.
Seantero AS Protes Kematian George Floyd Awak media jadi sasaran polisi?
Banyak jurnalis yang meliput aksi protes mendapati diri mereka menjadi sasaran aparat penegak hukum. Jumat (29/05), koresponden CNN Omar Jimenez dan krunya ditangkap saat tengah meliput di Minneapolis. Bahkan jurnalis DW Stefan Simons ditembaki oleh polisi dua kali ketika ia tengah melakukan siaran langsung.
Seantero AS Protes Kematian George Floyd Simpati dunia
Di Kanada, ribuan pengunjuk rasa turun ke jalan di Vancouver dan Toronto. Di Berlin, ekspatriat Amerika dan pengunjuk rasa lainnya berkumpul di luar Kedutaan Besar AS. Di London, para pemrotes berlutut di Trafalgar Square sebelum melakukan long march melewati Gedung Parlemen dan berhenti di depan Kedutaan Besar AS. (rap/pkp)