Para anggota parlemen AS dari Partai Demokrat dan pemimpin minoritas Senat Chuck Schumer pada Senin (08/06) berlutut di gedung Capitol selama delapan menit dan 46 detik. Waktu yang sama yang dihabiskan oleh mantan polisi Minneapolis Derek Chauvin saat menahan George Floyd di aspal, sambil berlutut di lehernya ketika Floyd memohon: “Aku tidak bisa bernapas.”
Para anggota DPR AS melakukan hal tersebut sebelum menyampaikan rancangan undang-undang (RUU) yang bertujuan untuk mengakhiri kebrutalan polisi dan ketidakadilan rasial.
RUU ini bertujuan untuk melarang penggunaan cengkeraman erat di leher seseorang oleh petugas penegak hukum, membatasi penggunaan kekuatan hukum, dan memungkinkan korban pelanggaran oleh polisi untuk menuntut otoritas terkait, serta langkah-langkah lain untuk mengakhiri ketidakadilan rasial dalam penegakan hukum AS.
"Sebuah profesi di mana Anda memiliki kekuatan untuk membunuh haruslah menjadi profesi yang membutuhkan perwira yang sangat terlatih yang bertanggung jawab kepada publik," kata anggota parlemen AS Karen Bass, yang menjabat sebagai ketua Kaukus Hitam Kongres AS.
Bass mengatakan “Justice in Policing Act of 2020” akan meminta pertanggungjawaban petugas penegak hukum yang kejam, mengubah budaya penegakan hukum, dan membangun kepercayaan antara penegak hukum dan masyarakat."
RUU juga mencakup undang-undang anti hukuman mati tanpa pengadilan federal, yang kini masih mandek di Kongres.
Tidak jelas apakah anggota parlemen dari Partai Republik akan mendukung RUU tersebut. Pasalnya, RUU itu hanya dapat menjadi undang-undang jika diloloskan oleh Senat -yang mayoritas diisi oleh Partai Republik, untuk diteruskan ke meja Presiden AS Donald Trump.
Setidaknya satu senator Partai Republik, Mike Lee dari Utah, mengatakan dia akan mempertimbangkan untuk meninjau RUU itu sebelum memutuskan.
Beralih ke komunitas
Kematian George Floyd, seorang pria Afrika-Amerika tak bersenjata, selama penangkapan oleh polisi Minneapolis telah memicu gerakan protes nasional yang menyerukan perubahan besar untuk kepolisian di AS.
RUU ini fokus pada pengalihan prioritas pendanaan dari departemen kepolisian AS dan perluasan sumber daya untuk pelibatan masyarakat.
"Kami heran, memiliki komunitas yang aman dengan mempekerjakan lebih banyak polisi di jalan-jalan...padahal sebenarnya cara nyata untuk mencapai komunitas yang aman dan sehat adalah dengan berinvestasi di komunitas-komunitas ini," kata Senator AS Kamala Harris.
Menanggapi ini, Presiden AS Donald Trump mengatakan Partai Demokrat "ingin Pangkas Anggaran dan Menelantarkan Polisi kita" dalam sebuah cuitan yang ia tulis tak lama setelah RUU itu diumumkan. “Tahun ini menandai angka kejahatan terendah dalam sejarah yang tercatat di negara kita, dan sekarang Demokrat Radikal Kiri ingin Pangkas Anggaran dan Menelantarkan Polisi kita. Maaf, saya ingin Hukum dan Ketertiban!'' cuitya di Twitter.
Langkah Trump menangani eskalasi protes damai yang berujung kerusuhan selama ini banyak dikritik, termasuk mantan anggota kabinetnya, menuduh Trump sengaja berusaha memecah belah negara.
pkp/ (Reuters/AP)
Seantero AS Protes Kematian George Floyd “Saya tak bisa bernafas”
Gelombang protes terkait aksi brutal polisi terhadap orang kulit hitam dengan cepat menyebar dari Minneapolis ke kota-kota di seluruh AS. Protes dimulai di negara bagian Midwestern, sebagai reaksi atas perlakuan petugas polisi yang memborgol dan menekan leher George Floyd (46) -seorang pria kulit hitam- dengan lutut hingga meninggal. Floyd sempat meronta sambil mengatakan “Saya tak bisa bernafas.”
Seantero AS Protes Kematian George Floyd Berujung ricuh
Di Washington, pasukan Garda Nasional dikerahkan di luar Gedung Putih. Ribuan pengunjuk rasa berkumpul di Taman Lafayette sambil menyalakan suar. Satu orang tewas dalam penembakan di pusat kota Indianapolis, namun polisi mengklaim tak ada petugas terlibat. Sejumlah petugas polisi terluka di Philadelphia, sementara di New York dua kendaraan NYPD menerobos massa, membuat pengunjuk rasa tersungkur.
Seantero AS Protes Kematian George Floyd Cuitan kontroversial Trump
Merespon aksi protes yang berujung penjarahan di sejumlah kota di AS, Presiden Donald Trump pun mengancam akan mengirim pasukan militer untuk meredam gelombang protes. Bahkan ia sempat mencuit melalui akun Twitter-nya, “..ketika penjarahan dimulai, maka penembakan dimulai. Terima kasih!” Sontak cuitan Trump memicu ketegangan seantero AS.
Seantero AS Protes Kematian George Floyd Awak media jadi sasaran polisi?
Banyak jurnalis yang meliput aksi protes mendapati diri mereka menjadi sasaran aparat penegak hukum. Jumat (29/05), koresponden CNN Omar Jimenez dan krunya ditangkap saat tengah meliput di Minneapolis. Bahkan jurnalis DW Stefan Simons ditembaki oleh polisi dua kali ketika ia tengah melakukan siaran langsung.
Seantero AS Protes Kematian George Floyd Simpati dunia
Di Kanada, ribuan pengunjuk rasa turun ke jalan di Vancouver dan Toronto. Di Berlin, ekspatriat Amerika dan pengunjuk rasa lainnya berkumpul di luar Kedutaan Besar AS. Di London, para pemrotes berlutut di Trafalgar Square sebelum melakukan long march melewati Gedung Parlemen dan berhenti di depan Kedutaan Besar AS. (rap/pkp)