9 Juni 2019, sekitar 1 juta orang turun ke jalan menentang RUU Ektradisi, yang dikhawatirkan orang akan mengikis hak-hak warga Hong Kong.
Seminggu kemudian, diperkirakan 2 juta orang ikut turun ke jalan. Minggu-minggu berikutnya, demonstrasi berubah menjadi gerakan anti-pemerintah yang lebih luas, dengan membawa lima tuntutan: pencabutan RUU, pencabutan menyebut bentrokan 12 Juni sebagai kerusuhan, penyelidikan independen terhadap dugaan kebrutalan polisi, amnesti bagi mereka yang ditangkap dan hak pilih universal.
Satu tahun berselang, para pengunjuk rasa menemukan diri mereka di persimpangan jalan, bergulat dengan banyak hal yang telah berubah dalam denyut nadi dan tujuan gerakan mereka, dan di kota itu sendiri. Barisan mereka yang luar biasa telah berkurang secara dramatis, momentumnya hilang.
Chak-lam yang berusia empat belas tahun tiba di Admiralty pukul 8 pagi, pada tanggal 27 Mei dan mendapati dirinya sendirian. Malam sebelumnya, para pengunjuk rasa mengepung Dewan Legislatif Hong Kong dan menghalangi anggota parlemen untuk menelitiRUU lagu kebangsaan yang akan menghukum siapa pun yang menyalahgunakan atau menghina para Relawan Maret.
Daerah itu dipenuhi aparat kepolisian yang hanya mengizinkan staf dan jurnalis yang bertugas melalui pos pemeriksaan. Pengamanan yang ketat itu tidak seperti tahun lalu, tepatnya 12 Juni 2019, ketika ribuan pengunjuk rasa memblokir jalan dan mengepung gedung parlemen untuk mengacaukan pertimbangan mengenai RUU ekstradisi yang akan mengirim para penentang ke daratan Cina.
Pada 27 Mei, Chak-lam, yang ditangkap tahun lalu tidak dapat lagi menemui kawan-kawan lainnya. Tidak ada seorang pun yang datang kepadanya, seperti yang mereka lakukan sebelumnya. "Saya kecewa tetapi juga lega karena saya tidak harus menyaksikan bentrokan atau penangkapan massal lainnya," katanya. "Perasaan yang rumit."
Antara Juni dan 29 Mei tahun ini, polisi menangkap 8.981 orang berusia antara 11 hingga 84 tahun, 1.749 diantaranya telah didakwa, termasuk 100 orang telah dihukum. Setidaknya ada 13 orang yang telah jatuhi hukuman penjara, antara tujuh hari hingga empat tahun, akibat sejumlah pelanggaran seperti kepemilikan senjata, kerusuhan hingga perusakan properti.
Seiring dengan maraknya penangkapan terhadap pengunjuk rasa, musuh baru muncul di tahun ini adalah pandemi COVID-19 yang secara efektif menghentikan aksi protes. Ketika infeksi virus menurun dalam beberapa minggu terakhir, para pengunjuk rasa kembali berkumpul untuk berdemonstrasi.
Kasih Sayang Tuhan di Tengah Demonstrasi Hong Kong Dari mimbar turun ke jalan
Alan Keung adalah salah satu dari beberapa pendeta yang mencoba membantu para demonstran di Hong Kong. Sering kali ia melakukan ini di tengah suasana yang memanas. Dalam foto, terlihat ia menenangkan seorang pejalan kaki yang marah dan memaki pengunjuk rasa karena memblokade jalan. "Misi saya adalah membawa cinta kepada orang banyak," ujar Keung.
Kasih Sayang Tuhan di Tengah Demonstrasi Hong Kong Kenakan helm, rompi keselamatan, dan kerah pendeta
Agar mudah dikenali dan untuk perlindungannya, Keung menggambar tanda salib di helmnya. Dia juga mengenakan rompi berwarna kuning neon. Laki-laki berusia 28 tahun itu telah bergabung dengan tim penolong yang bekerja sukarela. Mereka utamanya membantu orang untuk mencuci mata mereka dari gas air mata. Jika ada yang butuh dukungan spiritual, Keung juga menyediakan waktu untuk berdoa singkat.
Kasih Sayang Tuhan di Tengah Demonstrasi Hong Kong Melawan rasa sakit
Bersama relawan lain, Keung membantu seorang pejalan kaki yang terkena gas air mata untuk mencuci matanya. Polisi Hong Kong menggunakan gas air mata, semprotan merica, dan meriam air untuk mengatasi kerusuhan. Sedangkan demonstran menyerang petugas keamanan dengan alat pembakar serta busur dan panah.
Kasih Sayang Tuhan di Tengah Demonstrasi Hong Kong Pertolongan untuk semua
Ketika sedang bertugas, Keung tidak berada di pihak mana pun. "Kadang-kadang kami membantu polisi yang terluka dan membutuhkan pertolongan." Pada bulan Juli, setelah terjadinya serangan di stasiun kereta, kelompok relawannya membantu pasukan keamanan dan melindungi mereka dari penumpang yang marah.
Kasih Sayang Tuhan di Tengah Demonstrasi Hong Kong Di antara dua kubu
Yang dikerjakan Keung bukannya tanpa bahaya. Dia sendiri sudah pernah merasakan pedihnya gas air mata. Baru-baru ini, kerusuhan pecah di Hong Kong, terutama di Universitas Politeknik. Polisi mengancam akan menggunakan peluru tajam. Sebelum pemilu, pemerintah mengawasi situasi dengan ketat untuk memastikan pemilihan lokal yang dijadwalkan pada akhir pekan (24/11) bisa berlangsung aman.
Kasih Sayang Tuhan di Tengah Demonstrasi Hong Kong "Bukan tipe orang yang tinggal diam di gereja"
Keung telah menjadi pendeta di sebuah komunitas yang terdiri dari sekitar 30 orang di wilayah timur laut Hong Kong selama tujuh tahun. "Saya bukan seseorang yang hanya diam di gereja dan berbicara tentang kemanusiaan, keadilan, dan moralitas tetapi mengabaikan apa yang terjadi di luar," katanya. "Saya ingin berada di tengah massa saat dibutuhkan."
Kasih Sayang Tuhan di Tengah Demonstrasi Hong Kong "Kalian masing-masing terlibat"
Pengalaman dan pelajaran yang didapat dalam protes itu, kadang juga terbawa di dalam khutbahnya. Di sini, ia bersama para siswa seusai waktu berdoa di atap gedung sebuah gereja, mengatakan: "Jangan kalian merasa kalian bukan bagian dari (protes) itu," katanya."Masing-masing dari kalian adalah masa depan Hong Kong dan dunia, kalian masing-masing terlibat." (ae/rap)
Namun Beijing punya kejutan lain, yaitu rencana pemberlakuan undang-undang keamanan nasional baru yang dibuat khusus untuk Hong Kong untuk "mencegah, menghentikan dan menghukum" kegiatan separatis dan subversif, terorisme dan campur tangan asing.
Tiga rangkaian kejadian, mulai dari penangkapan, virus corona, dan hukum keamanan nasional yang diberlakukan, para pengunjuk rasa, politisi, dan pengamat melihat kecilnya kemungkinan aksi demonstrasi kembali terjadi seperti tahun lalu.
"Kami telah berjuang begitu lama tetapi saya merasa seperti kami tidak mencapai apa-apa," kata Kitty Fung, seorang siswa berusia 17 tahun yang pergi bersama tiga teman sekelasnya ke Causeway Bay pada sore hari 27 Mei dan melihat banyak orang ditangkap oleh polisi. Ketika mereka tiba, sekitar 80 orang sudah ditahan. Pada malam harinya, polisi telah menangkap 360 orang di lokasi yang berbeda.
Polisi sejauh ini telah melarang sebagian besar aksi unjuk rasa dengan alasan kesehatan masyarakat, termasuk acara tahunan menyalakan lilin pada 4 Juni di Victoria Park untuk menandai hari peringatan penumpasan Lapangan Tiananmen 1989 di Beijing. Aturan jarak sosial karena pandemi telah mempermudah pasukan untuk menghentikan dan menangkap siapa pun yang berkumpul dalam kelompok.
Kerusakan tambahan
Pada tahun 2020, Hong Kong juga terjebak dalam hubungan yang memburuk dengan Amerika Serikat dan Cina, terkait pergolakan perang dagang. Sebagai balasan atas langkah Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional, AS menyatakan Hong Kong tidak lagi otonom dari Cina. Keputusan ini merupakan awal dari penghapusan hak istimewa perdagangan khusus.
Para pengunjuk rasa yang melobi AS pada tahun 2019 untuk melakukan hal itu, berharap Beijing akan dipaksa untuk mundur. Tetapi pengamat berpendapat lain, sanksi AS apa pun hanya akan memprovokasi Beijing untuk menguatkan posisinya.
"Beijing mungkin menghitung bahwa Presiden Donald Trump berbicara keras tetapi membawa tongkat kecil, dan karenanya tidak peduli oleh ancaman AS," kata Steve Tsang, Direktur SOAS China Institute di London.
Lau Siu-kai, Wakil Presiden Asosiasi Cina Studi Hong Kong dan Makau, mengatakan para demonstran anti-pemerintah secara bertahap kehilangan dukungan dari warga Hong Kong yang ingin melihat perdamaian dan ketertiban ekonomi yang telah dirusak akibat pandemi.
Seorang veteran pan-demokrat, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan ia telah memperingatkan rekan-rekannya bahwa pemerintah pusat mungkin akan menerapkan hukum keamanan nasional sendiri. "Saya percaya itu selalu menjadi pilihan, tetapi Beijing akhirnya memutuskan untuk menggunakannya dan menerapkannya dengan cara yang lebih keras ketika melihat protes kembali terjadi di tengah pandemi," katanya. scmp (ha/yf)