Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah memutuskan untuk memperpanjang pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), yang semula harusnya berakhir pada 4 Juni 2020.
Hingga akhir Juni, DKI Jakarta akan menjalani masa PSBB transisi di mana kegiatan perkantoran, hingga sektor usaha mandiri diperbolehkan buka kembali secara bertahap, dengan kapasitas hanya 50%.
Namun, dua hari setelah pemberlakuan PSBB transisi, angka kasus positif corona di DKI Jakarta justru bertambah. Dikutip dari laporan perkembangan covid-19 di Jakarta per 7 Juni 2020 lewat situs corona.jakarta.go.id, terdapat penambahan jumlah kasus positif sebanyak 160 kasus. Sehingga jumlah kumulatif kasus positif di wilayah DKI Jakarta sebanyak 7.946 kasus.
Secara nasional, tercatat ada penambahan 993 pasien positif COVID-19. Angka ini merupakan jumlah kasus tertinggi sejak kasus positif corona pertama diumumkan pada 2 Maret 2020.
Membludaknya sejumlah titik di masa PSBB transisi
Di hari pertama kembali dibukanya kegiatan perkantoran, angka pengguna kereta listrik (commuter line) melonjak hingga hampir dua kali lipat, dibanding dengan masa PSBB sebelumnya, seperti dilaporkan oleh detikcom.
Sejumlah karyawan yang kembali bekerja ke kantor pada hari ini Senin (08/06) mengaku jalanan kembali padat, meski para pengendara tetap menerapkan protokol kesehatan yang berlaku.
“Kondisi di jalan hari ini cukup ramai lancar. Mayoritas dipadati oleh mobil pribadi dan karena saya sehari-hari menggunakan kereta commuter line dan bus transjakarta, penumpang juga sudah banyak yang beraktivitas seperti sedia kala,” ujar Indah Arfiani (27), seorang karyawan swasta, kepada DW Indonesia.
Sementara, seorang karyawan swasta lainnya mengaku banyak tantangan yang harus ia lalui untuk bisa mencapai kantor, dengan banyaknya pengendara di jalan namun tetap harus mengindahkan protokol kesehatan yang berlaku.
“Tadi saya menggunakan kendaraan pribadi, saya melihat jalan sudah semakin ramai dengan kendaraan pribadi. Mungkin ini karena pembatasan kendaraan umum selama PSBB,” ujar Alfiady (32), seorang karyawan swasta.
Wabah COVID-19 Kurangi Kemacetan di Asia Tenggara Jakarta, Indonesia
Indonesia, negara terbesar di Asia Tenggara, dan negara dengan populasi terpadat keempat di dunia memberlakukan lebih sedikit pembatasan dibandingkan dengan negara tetangga. Jakarta, pusat wabah corona di Indonesia, tetapkan keadaan darurat pada 20 Maret, dengan menutup sekolah dan mendorong karyawan untuk bekerja dari rumah. Meski begitu, lalu lintasnya tetap lebih sibuk daripada kota-kota lain.
Wabah COVID-19 Kurangi Kemacetan di Asia Tenggara Manila, Filipina
Di Manila, sekitar 3,5 juta kendaaraan diperkirakan tidak beroperasi sejak karantina ketat yang diberlakukan pada pertengahan Maret lalu. Hal ini membuat jalanan tampak lengang. Reuters melaporkan bahwa untuk menempuh perjalanan sepanjang 23,8 km di tengah pemberlakuan lockdown, hanya dibutuhkan waktu 20 menit saja. Waktu normal biasanya ditempuh lebih dari dua jam.
Wabah COVID-19 Kurangi Kemacetan di Asia Tenggara Ho Chi Minh City, Vietnam
Lalu lintas di Ho Chi Minh City biasanya sangat padat, apalagi di malam hari. Namun, selama pemberlakuan lockdown, tidak ada kemacetan yang terlihat sama sekali. Vietnam telah melonggarkan pembatasannya lebih awal dari kebanyakan negara lain, sehingga kondisi kemacetan di jalanan perlahan kembali. Negara berpenduduk 96 juta orang ini telah menunjukkan bahwa mereka berhasil mengendalikan virus.
Wabah COVID-19 Kurangi Kemacetan di Asia Tenggara Kuala Lumpur, Malaysia
Malaysia memberlakukan lockdown sebagian pada 18 maret karena kasus infeksi yang melonjak drastis. Kini, pembatasan dikurangi dengan mengizinkan bisnis untuk kembali beroperasi. Kuala Lumpur dikenal dengan kemacetan lalu lintasnya pada jam-jam sibuk, dengan rata-rata setengah juta kendaraan beroperasi di jalan setiap harinya. Saat ini, lalu lintas kembali meningkat karena pembatasan dilonggarkan.
Wabah COVID-19 Kurangi Kemacetan di Asia Tenggara Singapura
Penurunan lalu lintas di Singapura, yang secara ketat mengontrol jumlah kendaraanya, kurang terlihat. Sejak perbatasan ditutup pada Maret, kemacetan di dekat jalan lintas utara yang menghubungkan pulau itu dengan Malaysia jauh berkurang. Kemacetan di Bandara Changi, pusat transit internasional utama, juga berkurang. “Pemutus sirkulasi” akan terus berlaku hingga 1 Juni mendatang. (gtp/hp) (reuters)
Angka kasus COVID-19 berisiko naik lagi
Ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) Iwan Ariawan memperingatkan jika masyarakat tidak tertib menerapkan protokol kesehatan, maka angka kasus positif COVID-19 bisa naik lagi.
“Ada hubungannya antara penambahan kasus dengan kerumunan orang. Semakin banyak orang berkerumun, itu kasusnya akan naik. Kita lihat beberapa kali di data DKI dan di Jawa Barat seperti itu. Jadi kalau sekarang terjadi banyak kerumunan, terus tidak pakai masker, tidak pakai tindakan pencegahan, bisa naik lagi kasusnya memang,” ujar Iwan saat dihubungi DW Indonesia, Senin (08/06).
Ia menambahkan, ketika DKI Jakarta memutuskan untuk melakukan PSBB transisi, angka reproduksi efektif (Rt) memang telah di bawah satu, atau sekitar 0,98 hingga 0,99. Namun, kini Pemprov DKI Jakarta harus tetap mewaspadai naiknya angka kasus COVID-19.
“Kalau PSBB mau kita longgarkan kan mesti ada gantinya supaya tetap terkendali. Sebetulnya pengganti PSBB itu kan perilaku masyarakat untuk pencegahan, misalnya pakai masker, sering cuci tangan, dan jaga jarak. Kita harapkan kalau masyarakat mau melakukan seperti itu jadi epideminya bisa terkendali,” jelasnya.
Meski Iwan meyakini, dalam praktiknya penerapan protokol kesehatan tersebut tidaklah mudah. Terbukti dengan ramai dan padatnya sejumlah titik di ibu kota hari ini Senin (08/06).
Iwan dan tim analisisnya telah berdiskusi dengan pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam menentukan langkah-langkah terkait pencegahan penyebaran COVID-19 di Jakarta. Ia mengatakan, seminggu setelah masa PSBB transisi harus ada analisis apakah kurva epidemi akan kembali naik atau tidak.
Kewaspadaan jadi kunci dan psbb lokal
Iwan Ariawan menganjurkan jumlah tes di tingkat provinsi sebaiknya ditambah sehingga pelacakan terhadap orang yang terinfeksi COVID-19 bisa dilakukan secara tepat. Selain it, fasilitas kesehatan harus siap dari segi APD, tempat tidur rumah sakit, ruang isolasi, dan ventilator.
Menurutnya, mau tidak mau PSBB harus tetap dijalankan karena penyebaran COVID-19 sudah dalam tahap transmisi komunitas. Artinya, semua orang terutama di pulau Jawa sudah berisiko terinfeksi COVID-19.
“Dengan PSBB kita berharap bahwa epideminya, wabahnya terkendali. Wabah tekendali kan artinya penularan sudah tidak berjalan lagi, sudah tidak bertambah, sehingga kemudian PSBB bisa dilonggarkan. Tapi virusnya tetap ada karena virus ini tidak akan hilang sebelum adanya vaksin,“ sebutnya.
Ia menambahkan, jika dilakukan dengan benar, maka PSBB berskala luas bisa diganti dengan PSBB lokal. Dengan catatan penyebaran virus tidak meyebar secara luas di komunitas melainkan di cakupan yang lebih kecil atau cluster.
“Jadi kalau misalnya ada kasus baru lagi, kalau tes kita banyak itu diharapkan kita segera bisa tahu kalau ada kasus baru. Sehingga bisa dilakukan PSBB lokal, pembatasan sosial lokal, misalnya satu RT, satu RW atau kecamatan saja tidak usah satu kota,” tutupnya.