Pejabat Kota Janjikan Reformasi Polisi Setelah Protes George Floyd

Kota New York dan Chicago mencabut aturan jam malam pada Minggu (07/06), setelah memberlakukannya selama sepekan.

dw
Senin, 8 Juni 2020 | 17:00 WIB
Pejabat Kota Janjikan Reformasi Polisi Setelah Protes George Floyd
Sumber: dw

Kota New York dan Chicago mencabut aturan jam malam pada Minggu (07/06), setelah memberlakukannya selama sepekan. Sebelumnya, aturan jam malam itu diberlakukan karena protes damai menentang rasisme dan kebrutalan polisi berubah menjadi kerusuhan saat malam hari.

Kini, pejabat di kota-kota AS telah menanggapi tuntutan pengunjuk rasa dengan menjanjikan reformasi dan mengalokasikan anggaran kepolisian, serta memeriksa departemen keselamatan publik mereka.

"Saya membuat keputusan untuk mengakhiri jam malam. Dan jujur, saya berharap ini terakhir kalinya kita membutuhkan aturan jam malam di kota New York," kata Wali Kota New York, Bill de Blasio.

Protes damai  berlanjut di New York hingga Minggu (07/06) dengan ribuan demonstran berbaris di Manhattan, sembari meneriakkan "Black Lives Matter" dan "George Floyd," yang kematiannya memicu gerakan protes di seluruh penjuru AS, bahkan beberapa negara di dunia.

Floyd adalah seorang pria kulit hitam tak bersenjata, yang diborgol oleh polisi Minneapolis pada 25 Mei lalu. Ia ditahan di aspal oleh polisi kulit putih, yang menekan leher Floyd dengan lutut selama hampir sembilan menit, sementara Floyd memohon: "Aku tidak bisa bernapas" hingga ia meninggal dunia.

Sebelumnya, pemberlakuan jam malam di New York menuai kritik dari para pemimpin protes dan aktivis setempat. Mereka mengatakan aturan itu menciptakan konfrontasi yang tidak perlu antara pengunjuk rasa dan polisi.

Sementara itu, Wali Kota Chicago Lori Lightfoot juga mencabut aturan jam malam pada Minggu (07/06) dan mengumumkan pembukaan kembali stasiun kereta api di pusat kota, serta melanjutkan kembali secara penuh layanan bus.

Chicago dan New York mengikuti jejak kota-kota besar lainnya seperti Los Angeles, Atlanta, dan Washington DC., yang lebih dulu mengakhiri jam malam pada Sabtu (06/06). Aturan jam malam itu dicabut untuk memberikan sinyal bagi pengunjuk rasa, agar menjalankan demonstrasi di akhir pekan dengan damai tanpa kekerasan.

Demonstran Muda Black Lives Matter Katakan: "Cukup Sudah" Nathan (16), Sammy (17), Matthew (15), Noel (18)

Untuk pertama kalinya, para siswa menjadi "bagian dari gerakan besar" seperti yang dijelaskan oleh Noel. "Sebelumnya kami masih terlalu muda. Namun, sekarang kami sudah mengerti apa yang terjadi, kami di sini melakukan apa yang kami bisa untuk komunitas kami." Sammy berkata, "Kami ingin menjadikan Amerika tempat yang lebih baik bagi orang kulit hitam."

Demonstran Muda Black Lives Matter Katakan: "Cukup Sudah" Celeste, 21

"Nyawa Orang Kulit Hitam Penting" - Black Lives Matter, panggil siswa itu. "Namun, di sini tidak berlaku". Celeste ingin petugas kepolisian dikendalikan lebih ketat: "Polisi polisi", seperti yang tertulis di posternya. "Para demonstran diperlakukan dengan sangat buruk, itu adalah salah satu kekerasan yang dilakukan polisi", ungkap Celeste.

Demonstran Muda Black Lives Matter Katakan: "Cukup Sudah" Deborah, 18

"Saya ingin keadilan bagi George Floyd, Breonna Taylor dan untuk semua orang yang dibunuh oleh polisi setiap hari. Tidak ada konsekuensi, tidak ada yang terjadi", kata Deborah. Bisakah ia dan pengunjuk rasa lainnya membawa perubahan? "Harus! Kita tidak punya pilihan."

Demonstran Muda Black Lives Matter Katakan: "Cukup Sudah" Addie (23), Mary (24)

"Kami berkomitmen agar hak asasi manusia dapat diterapkan di seluruh dunia, tetapi kami tidak dapat melakukan itu jika banyak pelanggaran hak asasi manusia terjadi di negara kami sendiri", kata Addie, yang bekerja untuk Think Tank. "Bersikap netral tidaklah cukup", tambah Mary, seorang anak magang di lembaga hukum. "Diam adalah pengkhianatan".

Demonstran Muda Black Lives Matter Katakan: "Cukup Sudah" Westen, 12

"Saya di sini untuk mewakili George Floyd, negara saya dan budaya saya" kata siswa yang berdemonstrasi dengan ayahnya. Apa yang terjadi pada Floyd "sangat menyedihkan".

Demonstran Muda Black Lives Matter Katakan: "Cukup Sudah" Mya, 21

"Bentuk penindasan ini, pembunuhan orang kulit hitam, telah ada di masyarakat kita selama lebih dari 400 tahun", ungkap Mya. "Sudah cukup. Kami lelah. Tapi kami juga sudah lelah saat Trayvon Martin dan Eric Garner mati. Sekarang saya akhirnya berada pada usia di mana saya bisa terlibat. Saya harus memastikan bahwa pilihan saya ini penting", tambah Mya.

Demonstran Muda Black Lives Matter Katakan: "Cukup Sudah" Kayla, 21

"Sejarah berulang dengan sendirinya dan ini saatnya untuk adanya perubahan", kata Kayla. "Kami punya hak untuk akhirnya didengar, kami sudah menunggu cukup lama. Militer seharusnya tidak berada di sini - pemerintah seharusnya membuat kita merasa lebih aman. Namun sebaliknya, kami harus melakukannya sendiri", jelas Kayla.

Demonstran Muda Black Lives Matter Katakan: "Cukup Sudah" Bryan, 25

"Saya sudah cukup melihat orang-orang di komunitas saya mati. Itu membuat saya mual", ungkap Bryan, yang juga bekerja di DPR, sambil menangis. "Hal pertama yang harus dilakukan adalah tidak memilih Trump lagi. Tidak ada alasan bagi seorang presiden untuk mendorong kekerasan dan pembunuhan warganya sendiri", tambah Bryan. (fs/ml)

Penulis: Carla Bleiker

Seruan untuk reformasi dan kurangi anggaran polisi

Aktivis dan pengunjuk rasa menyerukan untuk “kurangi anggaran penegak hukum.” Mereka mengritik pola yang saat ini dijalankan dengan memberikan lebih banyak dana kepada departemen kepolisian daripada layanan-layanan kota lainnya, termasuk perumahan dan pendidikan.

Kelompok reformasi kepolisian yang berbasis di Minneapolis, MPD150 menggambarkan slogan itu sebagai "mengalokasikan kembali sumber daya, pendanaan, dan tanggung jawab secara strategis dari kepolisian dan menuju model keselamatan, dukungan, dan pencegahan berbasis masyarakat."

Seruan “kurangi anggaran penegak hukum” telah mendapat dukungan di antara anggota parlemen Demokrat. Salah satunya dari Alexandria Ocasio Cortez, anggota DPR AS, yang menyerukan pengurangan anggaran untuk departemen kepolisian Kota New York, yang ia sebut bernilai US$ 6 miliar atau Rp 83 triliun.

Di Minneapolis, tempat George Floyd meninggal dan kota yang menjadi pusat gerakan protes, sembilan dari 13 anggota dewan kota mengatakan mereka mendukung pengurangan anggaran dan reformasi departemen kepolisian.

Presiden Dewan Lisa Bender dalam sebuah wawancara mengatakan bahwa dewan kota akan bergerak untuk membahas cara mereformasi departemen kepolisian. Ia mengatakan bahwa pendanaannya akan dialihkan ke kebutuhan yang lain.

"Komitmen kami adalah untuk mengakhiri hubungan ‘tidak sehat’ antara kota kami dengan Departemen Kepolisian Minneapolis, untuk mengakhiri (kekuatan berlebihan) kepolisian seperti yang kita ketahui dan untuk menciptakan kembali sistem keselamatan publik yang benar-benar membuat kita aman," kata Bender pada rapat umum Minggu (07/06) sore, seperti dilaporkan oleh ABC News.

Kota-kota AS menjanjikan perubahan

Wali Kota Los Angeles Eric Garcetti telah berjanji untuk bekerja dengan para pemimpin negara untuk "memajukan undang-undang yang melindungi kehidupan orang kulit hitam dan komunitas warga bukan kulit putih."

"Saya bangga warga L.A memimpin gerakan damai dan kuat untuk membangun kota yang adil, sesuai moral, dan tidak memihak," kata Garcetti.

Wali Kota New York de Blasio juga berjanji untuk membuat kotanya "lebih adil." Dia mengusulkan bahwa beberapa bagian dari anggaran polisi akan didistribusikan kembali untuk kaum muda dan pekerjaan sosial, sementara catatan petugas kepolisian juga akan dibuat lebih transparan.

De Blasio mengatakan usulan reformasi polisi hanya langkah pertama dan bahwa langkah lanjutan masih perlu diupayakan. "Anda akan melihat lebih banyak perubahan. Saya berjanji kepada Anda itu," cuitnya di Twitter. 

pkp/rap (Reuters, AP, dpa)

BERITA LAINNYA

TERKINI