Taliban Bantah Langgar Perjanjian Damai Amerika

Sejumlah petinggi Al-Qaida masih aktif beroperasi di Afghanistan, walaupun kehilangan sejumlah figur terpenting yang tewas dalam beberapa bulan terakhir.

dw
Kamis, 4 Juni 2020 | 09:39 WIB
Taliban Bantah Langgar Perjanjian Damai Amerika
Sumber: dw

Kelompok militan Afghanistan, Taliban, menepis laporan Perserikatan Bangsa-bangsa yang mengaitkan kelompok tersebut dengan organisasi teror Al-Qaida. Dalam keterangan persnya, Taliban menilai laporan PBB “tidak berdasar“ dan “penuh prasangka.”

“Emirat Islam menolak keras konten laporan ini,” tulis Taliban dengan memakai nama yang digunakan kelompok ini saat berkuasa di Afghanistan.

Sebelumnya PBB menyimpulkan Taliban masih merawat hubungan dekat dengan jejaring Al-Qaida, meski telah menandatangani perjanjian damai dengan Amerika Serikat dan berjanji ikut memerangi organisasi terror itu.

Menurut laporan tersebut, sejumlah petinggi Al-Qaida masih aktif beroperasi di Afghanistan, walaupun kehilangan sejumlah figur terpenting yang tewas dalam beberapa bulan terakhir.

Taliban tercatat masih melanjutkan operasi bersenjata bersamajejaring Haqqani. Kelompok yang kelahirannya juga dibidani oleh Amerika Serikat pada 1980an itu menyatakan sumpah setia kepada Taliban, tapi diyakini berutang budi pada Al-Qaeda lantaran dibantu saat memerangi invasi AS pada 2001.

Bahasa samar perjanjian damai

Jurubicara Taliban, Zabihullah Mujahid, menepis laporan itu dan menegaskan “Taliban tidak akan membiarkan pihak lain menggunakan tanah Afghanistan buat memerangi pihak lain atau mengoperasikan kamp pelatihan, atau menggunakan tanah kami untuk mencari dana, sesuai dengan perjanjian di Doha.“

Kesepakatan Doha yang ditandatangani kedua pihak akhir Februari silam mewajibkan Taliban memerangi kelompok teror lain, termasuk Al-Qaida. Namun komitmen tersebut tidak diurai secara detail lantaran masalah keamanan.

Zalmay Khalizad, Utusan Khusus AS dan salah seorang arsitek Perjanjian Doha, mengatakan komitmen Taliban sangat spesifik, “menyangkut keberadaan kelompok teror lain, pelatihan, perekrutan dan pengumpulan dana di kawasan yang mereka kuasai saat ini.“

Perjanjian itu dikritik karena antara lain tidak disusun dalam bahasa yang tegas, sehingga menyulitkan pengawasan terhadap kepatuhan Taliban.

“Salah satu dari banyak masalah pada perjanjian yang cacat ini adalah butir tuntutan terhadap komitmen anti-teror Taliban dibuat dengan kalimat yang samar,“ kata Michael Kugelman dari wadah pemikir AS, Wilson Center.

Dia mengatakan perjanjian itu bahkan tidak mencantumkan nama Al-Qaida.

Remaja Afghanistan Skeptis Masa Depan Bersama Taliban Sulta Qasim Sayeedi, 18, model

Sayeedi sering merambah Facebook, YouTube dan Instagram untuk mempelajari dunia fesyen dan model serta mencari inspirasi dari selebriti favoritnya, seperti Justin Bieber. "Kami khawatir, jika Taliban datang, kami tidak bisa lagi mengelar mode show," katanya. Namun ia juga berujar, sudah saatnya perdamaian datang.

Remaja Afghanistan Skeptis Masa Depan Bersama Taliban Maram Atayee,16 tahun, pianis

"Hal yang paling mengkhawatirkan bagi saya, jika Taliban kembali, saya tidak bisa bermain musik lagi," kata Maram Atayee. Ia belajar main piano di sekolah musik di Kabul. Bagus, jika pemerintah mencapai kesepakatan damai dengan Taliban. Dan nanti akses untuk bermusik harus terbuka bagi semua orang, dan hak-hak perempuan harus dijaga. Demikian tuntutan Atayee.

Remaja Afghanistan Skeptis Masa Depan Bersama Taliban Hussain, 19, penata rambut

"Saya optimis mendengar Taliban ikut proses perdamaian," kata Hussain yang punya salon di Kabul. Seperti banyak warga muda Afghanistan lainnya, ia dibesarkan di Iran, di mana jutaan warga Afghanistan mengungsi. "Itu akan jadi akhir perang dan konflik di negara kami." Tapi ia juga berkata, ingin agar Taliban mengubah kebijakan dan tidak bersikap seperti dulu.

Remaja Afghanistan Skeptis Masa Depan Bersama Taliban Mahdi Zahak, 25, seniman

Tentu ada harapan bagi perdamaian, kata Zahak. "Tetapi kita bisa benar-benar mendapat perdamaian adalah jika Taliban menerima kemajuan yang sudah terjadi di negara ini dalam 17 tahun terakhir, dan membiarkan orang lain menikmati hidup mereka."

Remaja Afghanistan Skeptis Masa Depan Bersama Taliban Kawsar Sherzad, 17, atlet bela diri

"Perempuan Afghanistan sudah punya banyak pencapaian di dunia olah raga. Jadi saya optimis Taliban akan menerima kemajuan perempuan ini," demikian ungkap Sherzad. Untuk wawancara, atlet cabang olah raga Muay Thai ini berpose di sebuah klub di Kabul.

Remaja Afghanistan Skeptis Masa Depan Bersama Taliban Nadim Quraishi, 19, pemilik toko game

"Kami ingin melihat berakhirnya konflik di negara ini. Kami punya harapan besar, perdamaian akan berlangsung lama antara pemerintah dan Taliban," kata Quraishi. Untuk foto, ia berpose di depan toko gamenya di Kabul.

Remaja Afghanistan Skeptis Masa Depan Bersama Taliban Zarghona Haidari, 22, bekerja di toko buku

"Saya tidak terlalu optimis tentang perdamaian di negara ini." kata Haidari, yang bekerja di sebuah toko buku di Shahr Ketab Centre. Ia menambahkan, "Saya tidak yakin, Taliban akan mencapai kesepakatan perdamaian dengan pemerintah."

Remaja Afghanistan Skeptis Masa Depan Bersama Taliban Mohammad Jawed Momand, 22, dokter

"Perdamaian menuntut semua pihak untuk meletakkan senjata, dan memikirkan pendidikan serta kemakmuran di negara ini," demikian dikatakan Momand. Laporan demografi Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebutkan 60% dari 35 juta populasi Afghanistan berusia di bawah 25 tahun. Demikian keterangan Sumber: Reuters (Ed.: ml/as)

Transformasi politik berdarah sebuah kelompok teror

Meski begitu laporan PBB tetap mencatat kontribusi Taliban dalam perang melawan Islamic State di Afghanistan. Belakangan ISIS kembali bergeliat di Hindukush dan bertanggungjawab atas serangkaian serangan teror di ibu kota Kabul. Ekspansi kelompok tersebut hanya bisa dihentikan oleh aliansi militer AS, Afghanistan dan juga Taliban.

“Mereka menyebut kami kafir dan penyembah berhala,“ kata Jurubicara Taliban, Zabihullah Mujahid, seperti dilansir Washington Post. “Dan kami memafatwakan mereka telah dikeluarkan dari Islam.“

Perjanjian damai AS dan Taliban membuka peluang bagi para jihadis kembali ke politik. Langkah pertama adalah membuka ruang negosiasi dengan pemerintah Afghanistan. Tapi rencana itu memicu penolakan dari sebagian pejabat pemerintah.

Mei silam Presiden Ashraf Ghani menuduh Taliban bekerjasama dengan ISIS dan bertanggungjawab mendalangi serangan terhadap bangsal kelahiran di rumah sakit Kabul. Tuduhan tersebut berulangkali dilayangkan pejabat pemerintah selama proses perundingan damai berlangsung.

Amerika Serikat dan Taliban sebalknya membantah dan menyebut dakwaan Ashraf Ghani tidak memiliki bukti.

rzn/vlz (ap, rtr, wp)

BERITA LAINNYA

TERKINI