CIANJURTODAY.COM – Kemajuan teknologi bersama dengan internet menyebabkan perubahan yang signifikan dalam berbagai hal, seperti aktivitas sehari-hari. Saat ini penggunaan teknologi, terutama ponsel pintar sangat terasa dalam mengubah cara orang dalam menjalankan aktivitas dalam kesehariannya, seperti menemukan informasi melalui mesin pencari Google, atau setidaknya dalam memesan makanan, kendaraan, atau memesan sesuatu melalui jasa ojek online dan toko online. Lebih dari itu, bahkan kita dapat mengkomputasi secara otomatis dan tidak lagi dilakukan secara manual menggunakan kognisi alami yang manusia.
Penggunaan teknologi di luar kognisi alami manusia tersebut menimbulkan pro dan kontra dalam proses pendidikan kontemporer. Sesungguhnya pro kontra ini terjadi hampir di setiap negara, tidak terlepas dari negara yang menjadi pelopor pengembangan teknologi itu sendiri, seperti Jepang, Amerika, bahkan China. Namun, pembahasan kali ini akan berfokus pada penggunaan teknologi pada pendidikan kontemporer di Indonesia. Saat ini tidak semua sekolah setuju penggunaan gadget di kelas sebagai penunjang dalam proses pembelajaran, pihak sekolah merasa bahwa penggunaan gadget malah menjadi distraksi bagi siswa untuk fokus dalam proses pembelajaran. Mungkin tidak semua sekolah resistant terhadap teknologi, namun sekolah yang setuju dengan penggunaan teknologi sekalipun masih mencari bentuk pendekatan terbaik, agar penggunaan teknologi tersebut efektif dalam meningkatkan kemampuan kognisi siswa, alih-alih menurunkannya.
Terkait efektivitas penggunaan teknologi. Banyak riset pengembangan teknologi yang dilakukan pada domain pendidikan, namun faktanya hilirisasi dari hasil riset tersebut belum terlihat dan digunakan secara masif pada proses pembelajaran. Hal tersebut menunjukan, walaupun hasil riset tersebut menunjukan validitas, kemudahan, dan efektivitas penggunaan teknologi dan telah diujikan secara terbatas di ruang kelas, namun fakta di lapangan menunjukan bahwa terdapat skeptisme terhadap penggunaan teknologi tersebut di ruang kelas. Tentu skeptisme ini harus jadi pertimbangan, karena tentunya tidak berangkat dari hanya sekadar dugaan semata, namun dari pengamatan dan pengalaman guru terhadap penggunaan teknologi di ruang kelas.