Ribuan perempuan di Swiss melakukan unjuk rasa yang unik dengan berteriak selama satu menit, tepat pada pukul 15:24 waktu setempat, Minggu kemarin (14/06).
Demo Perempuan Berteriak di Swiss Unjuk rasa tahunan 'Women's Strike' di Swiss mengangkat buruknya hak perempuan di negara ituJam 15:24 adalah waktu dimana perempuan di Swiss dianggap sudah tidak dibayar lagi ketika bekerjaSelain masalah KDRT, peserta unjuk rasa juga mengecam kekerasan terhadap komunitas LGBT
Mereka berteriak untuk menyerukan kesetaraan upah antara pria dan perempuan, selain juga seruan untuk mengakhiri kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Pukul 15:24 dipilih untuk melakukan teriakan bukan tanpa alasan, karena ada perbedaan bayaran jumlah upah antara pria dan perempuan di Swiss.
Dengan jumlah upah yang lebih kecil, artinya para perempuan tidak dibayar penuh sampai pukul 17:00 setiap harinya.
Selain berteriak selama semenit, unjuk rasa tersebut juga mengheningkan cipta selama satu menit untuk mengenang para perempuan yang dibunuh oleh suami atau pacar mereka.
Tahun 2019, sekitar 500 ribu warga Swiss turun ke jalan untuk melakukan unjuk rasa guna menunjukkan buruknya perlakuan negara terhadap hak-hak perempuan.
Namun unjuk rasa tahun ini, yang disebut 'Women's Strike' lebih sedikit warga yang hadir karena adanya pembatasan berkenaan dengan pandemi virus corona.
"Bagi saya ini sangat emosional, karena saya berteriak untuk saya, saya juga berteriak untuk saudara perempuan dan saudara laki-laki saya."
"Saya juga berteriak untuk anak-anak lain yang kehilangan ayah dan ibu mereka, dan juga saya berteriak untuk ibu saya, yang juga akan berteriak bila dia masih hidup," kata Roxanne Errico, seorang mahasiswi berusia 19 tahun yang kehilangan ibunya yang dibunuh oleh pasangannya.
Seorang peserta unjuk rasa di Zurich memegang sebuah plakat menuntut diakhirnya kekerasan terhadap perempuan.
Reuters: Arnd Wiegmann
Seorang warga Jenewa lainnya, Rose-Angela Gramoni mengatakan dia sudah mengikuti protes tahunan ini sejak tahun 1991.
"Sekarang saya bisa mati dengan tenang, generasi berikutnya akan mengambil alih," kata perempuan berusia 70 tahunan ini.
"Saya sempat merasa sedih. Kita harus memperjuangkan banyak hal, namun kami belum berhasil melakukannya, dan tidak seorang pun di sini yang bisa menyelesaikannya," tambahnya.
Meski Swiss adalah salah satu negara terkaya di dunia, kesetaraan bayaran upah antara pekerja pria dan perempuannya masih kalah dibandingkan di negara maju lainnya.
Perempuan Swiss melakukan unjuk rasa tahunan untuk adanya keseteraan bayaran antara pria dan wanita.
Reuters: Arnd Wiegmann
Menurut angka Pemerintah Swiss, bayaran upah untuk perempuan saat ini sekitar 20 persen lebih rendah dari pria, meski berada dalam jabatan yang sama.
Angka ini sudah lebih baik dibandingkan 30 tahun lalu dimana upah untuk perempuan 33 persen lebih rendah.
Tapi besarnya upah perempuan pada tahun 2020 ini masih lebih buruk dibandingkan tahun 2000.
Banyak pula yang hadir dalam unjuk rasa dengan tuntutan agar kekerasan terhadap perempuan di Swiss dihentikan.
"Saya ingin bisa berjalan di malam hari mengenakan rok, celana pendek atau legging, tanpa takut dicemooh, digoda atau tanpa takut akan diperkosa," kata warga Jenewa, Vani Niuti yang berusia 20 tahun.
Selain mengecam kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga, para pengunjuk rasa juga mencoba menyerukan hak-hak dari komunitas LGBT.
Mereka juga meminta agar ada penghargaan yang diberikan kepada mereka yang mengurusi keluarga, yang sering kali tidak mendapat bayaran.
Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini
Reuters