Penggunaan fasilitas pengawalan Patwal untuk kendaraan yang status pajaknya tidak aktif juga menjadi sorotan tersendiri.
Fenomena ini membuka diskusi lebih luas tentang kesadaran pajak di kalangan pejabat publik dan penggunaan fasilitas negara.
Masyarakat mempertanyakan bagaimana sebuah kendaraan mewah senilai hampir 2 miliar rupiah bisa mendapatkan pengawalan khusus sementara status pajaknya tidak aktif. Hal ini juga memunculkan perdebatan tentang transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan fasilitas negara.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya kepatuhan pajak sebagai salah satu bentuk kontribusi warga negara terhadap pembangunan. Terlepas dari status sosial atau jabatan, kewajiban membayar pajak kendaraan bermotor merupakan hal yang tidak bisa diabaikan. Tunggakan pajak, sekecil apapun nilainya, dapat mempengaruhi pendapatan daerah yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik.
Viralnya kasus ini juga menunjukkan peran aktif media sosial dan masyarakat dalam mengawasi perilaku pejabat publik.
Kemudahan akses informasi dan kecepatan penyebaran berita melalui platform digital membuat setiap tindakan pejabat publik dapat dengan mudah terekspos dan menjadi bahan diskusi publik.
Hal ini sekaligus menjadi mekanisme kontrol sosial yang efektif dalam memastikan akuntabilitas para pemimpin.
Kejadian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran berharga, baik bagi para pejabat publik maupun masyarakat umum, tentang pentingnya mematuhi aturan dan melaksanakan kewajiban administratif, termasuk pembayaran pajak kendaraan bermotor.
Sebagai tokoh publik, Dedi Mulyadi dan pejabat lainnya dituntut untuk memberikan teladan yang baik dalam hal kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.
Baca Juga: Tak Ada Mobil Lexus RI 36 di Laporan Kekayaan Raffi Ahmad, Ke Mana?