Suara.com - Truk-truk China semakin membanjiri pasar otomotif Indonesia, tetapi sayang penetrasinya ke pasar kendaraan komersial Tanah Air belum bisa diukur dengan pasti karena datanya yang tidak jelas.
Sales & Marketing Director PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB), Aji Jaya mengakui bahwa persaingan di segmen kendaraan niaga pada tahun 2025 akan semakin ketat. Salah satu penyebabnya adalah masuknya merek-merek mobil niaga dari Tiongkok.
"Salah satu tantangan pasar kendaraan komersial di 2025 adalah persaingan pasar yang semakin ketat, dari datangnya brand baru di Indonesia," terang Aji dalam acara Media Gathering KTB, distributor resmi kendaraan niaga Mitsubishi Fuso Truck dan Bus Corporation di Indonesia, Jumat (21/3/2025).
Ia melanjutkan tantangan semakin pelik karena penetrasi dan kontribusi merek-merek China itu tak bisa diukur sebab tidak ada laporan yang transparan tentang baik jumlah penjualan hingga kendaraan yang diimpor ke Indonesia.
Selama ini merek-merek mobil di Indonesia selalu melaporkan capaian penjualan, ekspor dan impor mereka ke Gaikindo, asosiasi industri otomotif Indonesia.
Tetapi menurut Aji sebagian besar merek kendaraan niaga China yang masuk ke Indonesia belum menjadi anggota Gaikindo sehingga tak melaporkan penjualan mereka di Tanah Air.
"Sampai saat ini kita susah mengukurnya, karena biasanya kita melihat data Gaikindo. Sayangnya banyak brand China yang belum menjadi member Gaikindo," terang dia.
"Yang menyulitkan kita, karena mereka enggak kelihatan. Ada, tapi enggak kelihatan. Berapa banyak kita enggak tahu," lanjut Aji.
Ia mengatakan kebanyakan truk-truk China itu beroperasi di wilayah tambang dan proyek tertentu, yang terpencil sehingga sukar untuk dideteksi jumlah serta jalur masuknya.
Baca Juga: Mitsubishi Fuso Akan Luncurkan Mobil Niaga Baru Tahun Ini
"Mereka ada di beberapa lokasi seperti di tambang dan proyek tertentu. Secara data, berapa persen dan berapa porsi mereka di pasar, belum bisa kita ketahui," kata Aji.
Yang pasti, lanjut Aji, pada 2025 ini akan semakin banyak merek bermain di pasar kendaraan niaga Indonesia.
"Persaingan semakin ketat, karena tadinya cuma 5 sampai 6 brand sekarang jadi 8, 9, atau 10 brand," beber dia.
Masuk Ilegal
Sebelumnya, pada Januari lalu, salah satu pemain utama di segmen kendaraan niaga Indonesia, Hino mengeluhkan soal masuknya truk-truk China ke Tanah Air.
Direktur Produksi PT Hino Motors Manufacturing Indonesia (HMMI) Kristijanto Saputra, dalam pertemuan dengan Dedi Mulyadi, yang kini sudah menjadi Gubernur Jawa Barat, mengatakan truk-truk dari China masuk ke Indonesia tanpa lewat jalur resmi.
Truk-truk itu, lanjut Kristijanto, masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok dan pelabuhan lain sekitar Morowali, salah satu wilayah pusat industri tambang dan pengolahan nikel di Sulawesi Tengah.
Kristijanto menerangkan truk-truk buatan Indonesia, termasuk dari Hino, kesulitan bersaing dengan truk-truk China tersebut dijual dengan harga murah sebab diimpor secara utuh atau CBU dari Tiongkok.
Truk-truk China itu, lanjut Kristijanto, beroperasi tanpa memiliki STNK dan BPKB, serta tak mengantongi sertifikat uji tipe dari Kementerian Perhubungan.
"Ini fakta, karena tim kami turun ke lapangan," tegas Kristijanto dalam video yang diunggah di akun Youtube Kang Dedi Mulyadi Channel, Kamis (16/1/2025).
Kini Kristijanto berharap pemerintah memberikan perlindungan pada pabrikan yang telah memproduksi kendaraan niaga di dalam negeri.
"Perdagangan bebas adalah keniscayaan, kami tidak bisa menolak. Tetapi kami mengharapkan perlakuan yang sama. Berapa banyak ketentuan yang dibebankan kepada pabrikan kami, harusnya (ketentuan yang sama) juga diberikan kepada importir dari Tiongkok," harap dia.
"Kalau yang produksi di dalam negeri sesuai standar, yang dari luar negeri pun harus diperlakukan sama," lanjut Kritijanto.
Ia mengingatkan bahwa truk-truk Hino yang diproduksi di Indonesia sudah memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri atau TKDN di atas 40 persen. HMMI sendiri kini mempekerjakan 1800 karyawan dan ekosistem bisnisnya melibatkan 150.000 pekerja.
Kristijanto juga memperingatkan adanya risiko PHK jika produsen kendaraan niaga di Indonesia tak dilindungi.