Suara.com - Belakangan ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan perbincangan seputar dua istilah yang kerap disalahartikan dalam konteks bahan bakar minyak (BBM): oplosan dan blending.
Kontroversi ini mencuat seiring dengan munculnya kasus pengoplosan BBM Pertamax dengan Pertalite yang menarik perhatian publik. Untuk memahami permasalahan ini secara komprehensif, mari kita telusuri perbedaan mendasar antara kedua konsep tersebut.
Dari segi etimologi, kata "oplos" berakar dari bahasa Jawa yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai tindakan mencampur obat atau zat lainnya. Istilah ini telah berkembang menjadi kata "oplosan" yang merujuk pada hasil pencampuran atau larutan.
Sebaliknya, "blending" yang berasal dari bahasa Inggris memiliki spektrum makna yang lebih luas, mencakup perpaduan, campuran, dan paduan sebagai kata benda, serta berbagai aktivitas pencampuran sebagai kata kerja.
Baca Juga: Rp193 Triliun! Korupsi Pertamina Rugikan Negara, Masyarakat Bisa Tuntut Ganti Rugi
Meskipun secara harfiah kedua istilah ini tampak serupa, terdapat perbedaan signifikan dalam konteks dan konotasinya.
Oplosan seringkali diasosiasikan dengan praktik ilegal dan berbahaya, seperti yang terlihat dalam istilah "oli oplosan", "LPG oplosan", atau "air galon oplosan". Konotasi negatif ini muncul karena praktik oplosan umumnya dilakukan tanpa standar keamanan dan spesifikasi teknis yang memadai.
Di sisi lain, blending dalam industri BBM merupakan proses yang jauh lebih sophisticated dan terstandarisasi.
Mengutip penjelasan dari Science Direct, blending merupakan tahap final dalam proses penyulingan minyak yang melibatkan pencampuran komponen-komponen optimal dari berbagai aliran minyak bumi untuk menghasilkan produk akhir berkualitas.
Proses ini bukan sekadar pencampuran sederhana, melainkan melibatkan perhitungan presisi dan kontrol kualitas yang ketat.
Baca Juga: Lazim Dipakai, Praktisi Migas Beberkan Proses Blending dalam Produksi BBM

Dalam konteks Pertamax, blending dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan nilai komersial, mengatur spesifikasi produk sesuai standar, dan memfasilitasi distribusi BBM.
Proses ini umumnya dilaksanakan di fasilitas kilang minyak yang dilengkapi peralatan canggih dan diawasi oleh tenaga ahli. Hal ini sangat berbeda dengan praktik oplosan yang biasanya dilakukan secara sembarangan tanpa memperhatikan aspek keselamatan dan kualitas produk.
Implikasi dari kedua praktik ini juga berbeda secara signifikan. Blending yang dilakukan secara profesional menghasilkan BBM berkualitas yang aman digunakan dan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
Sementara itu, oplosan dapat mengakibatkan kerusakan mesin, bahaya kebakaran, hingga kerugian ekonomi bagi konsumen dan negara.
Pemahaman akan perbedaan fundamental antara oplosan dan blending ini penting bagi masyarakat, terutama dalam konteks penggunaan Pertamax sebagai BBM premium.
Konsumen perlu waspada terhadap praktik oplosan ilegal yang dapat merugikan, sambil tetap memahami bahwa blending merupakan bagian integral dari proses produksi BBM yang sah dan terstandarisasi.
Sebagai kesimpulan, meskipun oplosan dan blending sama-sama merujuk pada proses pencampuran, keduanya memiliki perbedaan mendasar dalam hal metodologi, tujuan, dan legalitas.
Blending merupakan praktik industri yang sah dan terkontrol, sementara oplosan adalah tindakan ilegal yang berpotensi membahayakan konsumen dan lingkungan. Dalam menghadapi isu ini, diperlukan kesadaran masyarakat untuk membedakan kedua praktik tersebut dan mendukung penggunaan BBM yang legal dan berkualitas.