Suara.com - Rencana ambisius merger antara Honda dan Nissan senilai Rp981 triliun resmi dibatalkan. Mitsubishi pun juga ikut balik badan.
Kedua perusahaan otomotif asal Jepang ini mengonfirmasi bahwa mereka tak lagi melanjutkan diskusi soal penggabungan bisnis, termasuk kemungkinan kolaborasi dengan Mitsubishi.
Meski begitu, mereka tetap membuka peluang kerja sama di sektor mobil listrik dan teknologi cerdas di masa depan.
Gagalnya Merger Honda-Nissan
Honda dan Nissan merilis pernyataan resmi terkait keputusan ini. Honda menjelaskan bahwa mereka telah mempertimbangkan berbagai opsi integrasi bisnis, namun perbedaan visi menjadi kendala utama, menurut Carscoops.
Honda menginginkan posisi sebagai perusahaan induk dalam struktur merger, sedangkan Nissan tidak sepakat dengan usulan tersebut.
Awalnya, kesepakatan yang tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) pada 23 Desember 2023 menyebutkan bahwa kedua pihak akan membentuk perusahaan induk bersama dengan hak suara yang setara.
Namun, Honda kemudian mengusulkan perubahan struktur agar mereka menjadi pihak yang dominan, yang akhirnya menjadi alasan utama gagalnya merger ini.
![Mitsubishi XForce Ultimate DS dibekali teknologi keselamatan canggih yang cocok untuk jalan perkotaan maupun pedesaan. [Dok MMKSI]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/01/14/80791-mitsubishi-xforce-ultimate-ds.jpg)
Nissan Cari Mitra Baru
Baca Juga: Suzuki Diam-Diam Punya Jagoan Baru, Siap Tantang Yamaha NMAX dan Honda PCX?
Ketidaksepakatan ini membuat Nissan kini mencari mitra lain. Salah satu yang disebut-sebut dalam radar mereka adalah Foxconn, perusahaan raksasa manufaktur teknologi.
Dengan langkah ini, Nissan berharap dapat bergerak lebih cepat dalam pengambilan keputusan, terutama di era elektrifikasi industri otomotif yang semakin kompetitif.
Tetap Bekerja Sama di Mobil Listrik
Meski merger dibatalkan, Honda, Nissan, dan Mitsubishi masih berkomitmen untuk bekerja sama dalam pengembangan mobil listrik dan teknologi otomotif cerdas.
Kolaborasi ini tetap berlangsung dalam kerangka kemitraan strategis yang bertujuan untuk bersaing dengan produsen mobil listrik dari China. Hal ini juga sejalan dengan MoU yang ditandatangani pada 1 Agustus 2023.
Keputusan ini menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan strategi, ketiga pabrikan Jepang ini tetap melihat masa depan industri otomotif yang berbasis elektrifikasi dan digitalisasi sebagai fokus utama mereka.