Suara.com - Toyota, si raksasa otomotif Jepang, bersama Hyundai, Ford, dan FCA, kini berada dalam pusaran badai kontroversi. Mereka diduga telah menjalankan bisnis sampingan yang menggiurkan: menjual data pribadi konsumen mereka.
Dilansir dari Carscoops, Ken Paxton, Jaksa Agung Texas melemparkan gugatan yang membuat para eksekutif otomotif ini berkeringat dingin.
Connected Analytic Services LLC, anak perusahaan Toyota yang bergerak di bidang asuransi, ketahuan memanfaatkan data telematika dari kendaraan konsumen. Mereka mengklaim ini demi "pengalaman berkendara yang lebih baik". Tapi benarkah sesederhana itu?
Data pengendara semua terekam dan mungkin telah menjadi komoditas yang diperjualbelikan. Ini bukan sekadar tentang privasi; ini tentang kepercayaan yang dikhianati.
Baca Juga: Begini Jadinya Kalau Toyota, Daihatsu, dan Suzuki Kompak Bikin Mobil Listrik dari Satu Platform
Ford mencoba menyelamatkan muka dengan mengklaim telah "tobat" dan menghentikan praktik berbagi data dengan perusahaan asuransi. Tapi pertanyaannya: sudah berapa banyak data yang terlanjur "bocor"?
Kasus ini seperti membuka kotak Pandora di industri otomotif. Semakin canggih mobil Anda, semakin banyak "mata dan telinga" yang mengawasi. Fitur-fitur pintar yang memudahkan hidup ternyata bisa jadi pisau bermata dua.
Para produsen mobil kini dipaksa membuka kartu. Berapa banyak pelanggan yang datanya telah "dijual"? Bagaimana data itu dikumpulkan? Siapa saja yang telah "mencicipi" data pribadi konsumen ini?
Ironis memang, di era di mana mobil semakin "pintar", konsumen justru merasa semakin rentan. Ketika teknologi seharusnya memberdayakan, ia malah bisa menjadi alat pengintai yang sempurna.
Sementara kasus ini terus bergulir, mungkin sudah saatnya kita lebih cermat membaca "perjanjian pengguna" sebelum terpesona dengan fitur-fitur canggih kendaraan modern. Karena di era digital ini, data pribadi bisa jadi aset yang lebih berharga dari mobil itu sendiri.
Baca Juga: Miliki Koleksi Mobil Mewah, Raffi Ahmad Dibikin Takjub dengan Mobil Buatan Toyota