Suara.com - PT Pertamina Patra Niaga mulai menyalurkan bahan bakar Biosolar dengan kandungan nabati sebesar 40 persen atau solar B40 secara bertahap di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Tanah Air.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari dalam keterangannya di Jakarta akhir pekan kemarin mengatakan pendistribusian tersebut menindaklanjuti Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 345.K/EK.01/MEM.E/2024 tertanggal 30 Desember 2024.
Sesuai beleid itu terdapat 24 badan usaha bahan bakar nabati (BU BBN) yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai pemasok campuran nabati berbahan baku kelapa sawit atau fatty acid methyl ester (FAME) dan 28 badan usaha BBM yang diwajibkan untuk melakukan bauran nabati pada produk BBM jenis gasoilnya atau menjual B40, di antaranya Pertamina melalui Pertamina Patra Niaga.
Hingga saat ini, Pertamina Patra Niaga sudah menerima FAME dari BU BBN di 34 titik serah atau sekitar 80 persen dari target titik serah B40.
Baca Juga: Dukung Kebijakan Pemerintah, Kilang Pertamina Internasional Produksi B40
"FAME yang telah kami terima langsung diproses di terminal BBM dan kami salurkan ke SPBU secara bertahap dan telah dimulai pada minggu pertama Januari 2025," ungkap Heppy.
Dengan penyaluran B40 itu, menurut dia, diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil serta mendukung upaya pemerintah dalam mengurangi emisi karbon.
"Apabila masyarakat maupun konsumen membutuhkan informasi seputar layanan dan produk BBM atau produk lainnya, dapat mengunjungi sosial media @pertaminapatraniaga serta menghubungi Pertamina Call Center (PCC) 135," sebut Heppy.
Sebelumnya diwartakan bahwa penggunaan bahan bakar solar B40 secara penuh akan berlaku Februari 2025. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan bahwa mandatori B40 telah berlaku sejak 1 Januari 2025, namun penggunaan tersebut masih dalam masa transisi dengan masa waktu sekitar 1,5 bulan dari masa mandatori.
"Untuk mandatorinya 1 Januari. (Masa transisi 1,5 bulan) dari 1 Januari sampai Februari," kata Yuliot di Jakarta, Jumat (3/1/2025).
Baca Juga: Prabowo Sesumbar soal Biodiesel di Qatar, Menteri ESDM: Tahun Depan Baru B40
Masa transisi, jelas dia, akan dimanfaatkan untuk menghabiskan stok solar lama dan untuk menyesuaikan dengan teknologi.
"Jadi kan ada yang ini dalam proses pencampuran, yang tadinya B35 jadi B40, ada penyesuaian teknologi. Kita memberikan waktu sekitar 1,5 bulan," ujar Yuliot.
Lebih lanjut Yuliot mengatakan bahwa produksi Solar B40 tahap pertama mencapai 15,6 juta kiloliter yang akan dilakukan secara bertahap hingga akhir tahun.
"Enggak (secara langsung semua), itu kan bertahap sampai dengan akhir tahun (2025)," ujar Yuliot.
Solar B40 merupakan bahan bakar campuran solar sebanyak 60 persen dan bahan bakar nabati (BBN) dari kelapa sawit sebanyak 40 persen.
PT Pertamina telah menyiapkan dua kilang utama untuk mendukung produksi B40, yaitu Refinery Unit III Plaju di Palembang (Sumatera Selatan), dan Refinery Unit VII Kasim di Papua.