Suara.com - Di awal 2025, Jakarta digegerkan oleh sebuah drama jalanan yang mengungkap sisi gelap privilege di negeri ini. Sebuah Toyota Alphard berhadapan dengan rombongan patwal yang mengawal kendaraan berplat RI 36 milik Raffi Ahmad.
Semua bermula dari sebuah gestur sederhana - jari yang teracung dari sosok patwal pengawal rombongan RI 36 ke arah pengemudi Alphard. Momen singkat yang terekam kamera ini seketika menjadi viral, memantik perdebatan sengit di jagat maya. Netizen pun terbagi: sebagian mengecam arogansi pengawalan, sebagian lain mempertanyakan etika pengemudi Alphard.
Mari bicara hukum. Dalam UU Lalu Lintas No. 22/2009 pasal 287 disebutkan jika menghalangi rombongan tertentu bisa membawa seseorang ke balik jeruji besi selama sebulan atau merogoh kocek hingga Rp 250.000.
Tapi tunggu dulu - haruskah plat RI 36 diperlakukan setara dengan mobil kepresidenan atau ambulans?
Jika merujuk pada pasal 134 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) diatur mengenai siapa saja yang berhak didahulukan di jalan raya.
- Mobil pemadam kebakaran yang berpacu dengan waktu
- Ambulans yang mengangkut orang sakit
- Kendaraan penolong korban kecelakaan lalu lintas
- Kendaraan Presiden dan Wapres
- Kendaraan pimpinan Lembaga Negara atau tamu negara
- Iring-iringan pembawa jenazah
- Konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Insiden ini membongkar ironi sosial yang selama ini tersembunyi. Sementara undang-undang berbicara tentang kesetaraan, jalanan Jakarta justru menampilkan 'kasta' yang begitu nyata. Patwal pribadi, yang seharusnya dibatasi ketat, malah menjadi simbol status baru.
Menurut kalian, layakkah sopir Toyota Alphard dijatuhi hukuman penjara?