Suara.com - Siapa sangka , pabrikan otomotif Jepang yang berjaya selama puluhan tahun kini gemetar menghadapi serangan mendadak dari negeri Tirai Bambu? China tidak lagi sekadar penonton, mereka kini jadi pemain utama yang membuat Honda dan Nissan harus berpikir keras mencari jalan keluar.
Dalam diskusi di Las Vegas, CEO Honda Toshihiro Mibe mengatakan kalau mereka akan kalah dengan gempuran pabrikan asal Tiongkok tersebut jika tak segera membangun kemampuan bersaing di 2030.
"China bangkit sebagai kekuatan baru otomotif global dengan keunggulan teknologi dan harga kompetitif. Kami bisa kalah jika tak adaptasi cepat sebelum 2030," ujarnya dilansir dari The Verge.
Honda yang terkenal dengan inovasi teknologinya, kini harus mengajak Nissan untuk bergandengan tangan. Bukan tanpa alasan - badai revolusi mobil listrik datang bagai tsunami, mengancam eksistensi mereka yang terlalu lama berpuas diri dengan mesin konvensional.
Baca Juga: Raffi Ahmad Disentil Tokoh NU Soal Mobil Dinasnya: Manusia Ini...
Dengan kerja sama ini, tentu Honda dan Nissan akan bisa bersaing dengan pabrikan otomotif Tiongkok.
Sementara itu, produsen mobil China bergerak bagai kereta api cepat yang tak terbendung. Dengan kombinasi maut teknologi canggih dan harga bersahabat, mereka merebut hati konsumen global satu demi satu. Toyota, si raja otomotif yang biasanya tenang, mulai gelisah di singgasananya.
Angka-angka tidak berbohong: pasar mobil listrik akan melonjak 30 persen tiap tahun, dengan target penjualan fantastis 89,6 juta unit pada 2025. Belum lagi potensi pasar mobil otonom yang diprediksi mencapai 448,6 miliar Dolar AS pada 2035. Angka-angka ini bukan sekadar statistik - ini adalah pertaruhan masa depan.
Bayangkan kekuatan yang tercipta jika teknologi hybrid Honda berpadu dengan platform SUV gagah Nissan. Seperti superhero yang bergabung melawan musuh bersama, kedua perusahaan ini bisa saling melengkapi kelemahan masing-masing. Honda dengan pabriknya yang hampir overflow bisa memanfaatkan kapasitas produksi Nissan yang sedang lesu.
Tapi tunggu dulu - merger bukan perkara sederhana. Ini seperti menyatukan dua keluarga besar dengan ego dan tradisi masing-masing. Belum lagi tantangan biaya pengembangan teknologi yang membengkak dan persaingan sengit dalam perang perangkat lunak dan sistem otonom.
Baca Juga: Raffi Ahmad Kewalahan Jawab Pertanyaan Soal Mobil RI 36, Said Didu: Makin Berbohong Makin Ketahuan..
Noriya Kaihara, Wakil Presiden Eksekutif Honda, berbicara tentang pentingnya berbagi operasional dengan nada serius. Ini bukan lagi tentang gengsi - ini tentang bertahan hidup di era baru yang brutal.
Apakah Honda dan Nissan akan berhasil menavigasi badai perubahan ini? Hanya waktu yang akan menjawab. Tapi satu hal sudah jelas: era dominasi otomotif Jepang yang nyaman telah berakhir, dan era baru yang penuh gejolak telah dimulai.