Suara.com - Siapa sangka, perjalanan manis Shin Tae-yong bersama Timnas Indonesia akhirnya harus berakhir di awal 2025. Pria asal Korea Selatan yang kerap disapa STY ini resmi dipecat PSSI pada hari ini (6/1/2025).
Tak sedikit dari publik yang menduga-duga alasan PSSI memecat STY di awal tahun 2025 ini. Salah satunya dugaan netizen yang membuat STY dipecat yakni permasalahan gaji.
Lalu berapa sih gaji yang diterima STY ketika menukangi Timnas Indonesia? Eks Ketum PSSI, Iwan Bule sempat membocorkan gaji STY di Timnas Indonesia.
Shin Tae-yong dikabarkan menerima gaji Rp23,6 miliar atau naik sebesar Rp8,3 miliar per tahun. Dengan demikian, Shin Tae-yong diperkirakan mendapatkan gaji sekitar Rp2 miliaran per bulan.
Baca Juga: Cetak Gol Cepat dari Skema Drop Ball, Thailand Belajar dari Timnas Indonesia?
Dengan gaji sebesar itu, STY bisa saja membelikan seluruh pemain Timnas Indonesia sebuah Yamaha XMAX.
Harga dari Yamaha XMAX sendiri di laman resmi dibanderol mulai dari Rp 67,965 juta. Jadi total yang bisa dibeli STY sebanyak 29 unit. Bisa saja unit tersebut dibagikan ke seluruh pemain Timnas Indonesia.
Yamaha XMAX tampil dengan desain premium yang dilengkapi dual LED headlight dan windshield adjustable.
Kokpit modern mengusung panel digital plus fitur Y-Connect untuk konektivitas smartphone. Bagasi lapang 45 liter mampu menampung dua helm full-face.
Bertenaga 250cc SOHC berpendingin cairan, skutik ini menghasilkan 22,5 PS (7.000 rpm) dan torsi 24,3 Nm (5.500 rpm). Fitur keselamatan lengkap dengan ABS dual channel, Traction Control System, dan Smart Key System.
Baca Juga: Deretan Artis Komentari Pemecatan Shin Tae Yong, Tantri Kotak Patah Hati
Terlepas dari pro dan kontra, tak bisa dipungkiri bahwa era STY telah mengubah wajah sepakbola Indonesia. Standar profesionalisme naik kelas, termasuk soal menghargai jasa pelatih berkualitas dunia.
Kini, setelah sang maestro pergi, sepakbola Indonesia menanti sosok baru yang siap mengambil tongkat estafet untuk membawa Timnas melangkah lebih jauh.
Satu hal yang pasti, kisah STY akan selalu dikenang sebagai era di mana Indonesia berani membayar mahal untuk kualitas.
Meski akhirnya harus berpisah, jejak langkahnya telah membuka mata bahwa untuk meraih prestasi tinggi, investasi besar memang diperlukan.