Suara.com - Mobil listrik memang seksi. Mereka tidak berasap, senyap, dan dipuja sebagai penyelamat bumi. Tapi tunggu dulu, pernahkah kalian membayangkan "kotoran" di balik kemilau teknologi hijau ini?
Bayangkan sebuah smartphone raksasa beroda empat. Seperti ponsel, mobil listrik juga bergantung pada baterai. Bedanya? Ukurannya ribuan kali lebih besar, dan dampak produksinya? Jauh lebih mengkhawatirkan.
Dilansir dari Autocar, Amnesty International baru saja membuka tabir kelam industri ini melalui investigasi mendalam terhadap 13 raksasa otomotif dunia. Penilaian berdasarkan kebijakan hak asasi manusia, proses identifikasi risiko, pemetaan dan pelaporan rantai pasokan serta mediasi. Hasilnya? Mengejutkan!
Dari 90 poin maksimal dalam penilaian praktik pertambangan mineral baterai:
Baca Juga: Taksi Hijau Tosca Berkeliaran di Jalanan Jakarta, Vinfast Ekspansi?
- Mercedes-Benz: 51 poin
- Tesla: 49 poin
- Volkswagen Group, BMW, dan Ford : 41 poin
- Hyundai : 21 poin
- Mitsubishi : 13 poin
- BYD: Hanya 11 poin
Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard mengungkapkan 'kekecewaan besar' karena masih ada pabrikan yang mendapatkan nilai di bawah 20.
"Ini seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Beberapa produsen mobil bahkan seperti menutup mata terhadap masalah ini." ujar Agnes.
Uni Eropa tidak tinggal diam. Mulai 2027, setiap baterai mobil listrik harus punya "paspor" - semacam KTP yang mencatat asal-usul dan dampak lingkungannya. Cerdas, bukan?
Jadi, masihkah Anda berpikir mobil listrik 100 persen ramah lingkungan? Mungkin ini saatnya kita bertanya.
Mobil listrik tetap menjadi harapan masa depan. Tapi seperti kata pepatah: "Tidak ada makan siang gratis." Kita perlu mendorong industri ini ke arah yang lebih bertanggung jawab.
Baca Juga: Mobil Listrik Mendadak Mati Total, Pengendara Terkunci di Jalan Tol, Duh!