PPN 12% Diharapkan Tak Terlalu Berdampak ke Sektor Otomotif Indonesia

Liberty Jemadu Suara.Com
Jum'at, 15 November 2024 | 21:39 WIB
PPN 12% Diharapkan Tak Terlalu Berdampak ke Sektor Otomotif Indonesia
PPN 12% mulai 2025 diharapkan tak terlalu berdampak terhadap sektor otomotif Indonesia. [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen yang akan berlaku per 1 Januari 2025 diharapkan tidak berdampak ke sektor otomotif Tanah Air, demikian dikatakan Ketua I Gaikindo Jongkie Sugiarto.

Jongkie mengatakan, rencana kenaikan PPN 12 persen sudah diumumkan pemerintah jauh-jauh hari sehingga Gaikindo menghormati keputusan tersebut.

"Mudah-mudahan tidak terlalu berdampak terhadap penjualan otomotif di Indonesia," kata Ketua I Gaikindo Jongkie Sugiarto di Jakarta, Jumat (15/11/2024).


Terkait strategi agar penjualan otomotif tetap terjaga, Gaikindo menyerahkan sepenuhnya kepada Agen Pemegang Merek (APM).

Baca Juga: Penjualan Mobil Listrik dan Hybrid Kompak Turun di September 2024


"Kami serahkan sepenuhnya kepada para APM untuk menentukan strategi penjualannya," tegas dia.


Kondisi pasar mobil Indonesia dalam dua tahun terakhir memang merosot. Pada tahun penjualan mobil baru di Tanah Air terus turun, memaksa Gaikindo merevisi target dari 1,1 juta turun ke 850.000 unit.


Hingga Oktober, penjualan mobil Indonesia secara wholesales mencapai 710.406 unit, turun 15 persen dari periode yang sama di 2023, ketika penjualan mobil secara wholesales mencapai 836.048 unit.


Sebelumnya diwartakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 bakal tetap dijalankan sesuai mandat Undang-Undang.


Kebijakan PPN 12 persen tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disusun pada 2021.

Baca Juga: Target Penjualan Mobil Indonesia Bisa Direvisi, Gaikindo: Daya Beli Turun Sekali


Kala itu, pemerintah mempertimbangkan kondisi kesehatan hingga kebutuhan pokok masyarakat yang terimbas oleh pandemi COVID-19.


Sri Mulyani mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus dijaga kesehatannya, dan pada saat yang sama, juga mampu berfungsi merespons berbagai krisis.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI