Suara.com - Pemerintah AS sempat umumkan pemberlakukan tarif impor 100% pada kendaraan listrik (EV) asal China, yang naik signifikan dibanding tarif sebelumnya. Tarif baru ini akan berlaku mulai 27 September.
Tidak hanya EV, tarif impor terkait piranti lain seperti sel surya asal China juga naik menjadi 50%, sementara untuk baja, aluminium, baterai EV, dan mineral penting, tarif baru akan menjadi 25%.
Tahun depan, tarif 50% juga akan diberlakukan pada semikonduktor asal China, dan mulai 1 Januari 2026, baterai lithium-ion, mineral, dan komponen untuk laptop serta ponsel akan dikenakan tarif 25%.
Rencana ini tentunya membuat pabrikan otomotif terpaksa bermanuver.
General Motors (GM) kini disinyalir sedang mengeksplorasi kemungkinan untuk mendapatkan baterai kendaraan listrik menggunakan teknologi dari Contemporary Amperex Technology Co (CATL), produsen baterai EV terbesar di dunia dari China.
Namun, alih-alih memproduksi baterai ini di China, GM berencana untuk memproduksinya di Amerika Serikat, sehingga mengurangi risiko tarif impor.
Menurut Carscoops, GM mungkin mendapatkan baterai ini dari pabrik yang dioperasikan oleh perusahaan Jepang TDK Corp.
Pabrik ini dapat didirikan di bagian selatan AS, dan diharapkan dapat menciptakan lebih dari 1.000 pekerjaan baru dan meningkatkan perekonomian lokal.
Bloomberg melaporkan bahwa TDK akan melisensi teknologi CATL untuk memproduksi sel lithium iron phosphate (LFP).
Baca Juga: Kembaran Wuling Cloud EV Resmi Meluncur, Harga Di Bawah Avanza
Meskipun Ford telah berkomitmen untuk menginvestasikan $3,5 miliar dalam pabrik baterai di Michigan menggunakan teknologi CATL, GM berencana untuk menghindari keterlibatan ekuitas dalam usaha ini.