Suara.com - Pengamat otomotif, Yannes Martinus Pasaribu menilai masyarakat yang membeli kendaraan listrik (EV) di Indonesia masih sebatas mengikuti tren gaya hidup atau lifestyle.
Dengan demikian alasan utama masyarakat yang memilih untuk membeli kendaraan listrik bukan berdasarkan alasan sadar terhadap lingkungan.
"Kita bisa lihat, saat ini mobil listrik masih menjadi pilihan mobil kedua. Mobil pertamanya tetap mobil dengan bahan bakar," ujar Yannes kepada Suara.com, di Karawang, baru-baru ini.
Oleh karena itu, tambah Yannes, jenis mobil listrik yang laku di Indonesia saat ini adalah yang berdimensi kecil.
Baca Juga: Wuling Cloud EV Menjadi Official Car Partner di PEVC 2024
Padahal saat ini banyak brand otomotif yang berlomba-lomba untuk menawarkan mobil listrik di berbagai segmen.
"Tapi kembali lagi orang beli mobil listrik masih berdasarkan lifestyle. Selain itu, masalah infrastruktur juga menjadi kekhawatiran orang untuk beralih ke mobil listrik," ungkap Yannes.
Kendaraan Listrik Bukan Satu-Satunya Solusi Capai Zero Emission
Di Indonesia kendaraan listrik dianggap menjadi satu-satunya alternatif untuk mencapai zero emission.
Namun selain kendaraan listrik, energi baru terbarukan (EBT) seperti bioenergi dapat membantu mengurangi ketergantungan konsumsi bahan bakar fosil di semua sektor terkait seperti pembangkit listrik, domestik, industri, dan sektor transportasi.
Baca Juga: Saingi Honda dan Subaru, Mazda Siapkan Mobil Listrik dan Hybrid Terbaru
Bioenergi, termasuk Biofuel, bisa turut berperan dalam mendukung Indonesia untuk menuju transisi energi serta mereduksi emisi.
"Seolah-olah EV menguasai dunia, tapi nyatanya tidak. Jadi tak semudah yang kita bayangkan bermigrasi dari kendaraan bensin ke EV," tegas Yannes.
EV hanya dipersiapkan untuk jarak dekat. Selain itu, harganya yang mahal juga menjadi permasalahan tersendiri.
Bila diambil contoh, Tesla yang sempat populer di Amerika Serikat faktanya saat ini mulai redup.
"Karena dia (EV) hanya dipersiapkan untuk jarak dekat atau urban. Kalau baterai diperbesar agar jarak tempuh lebih jauh itu mahal sekali," pungkas Yannes.