Suara.com - Ahli Konversi Biomassa Institut Teknologi Bandung (ITB), Ronny Purwadi mengatakan bahwa bioetanol dapat menjadi solusi utama dalam mengurangi emisi gas rumah kaca di sektor transportasi.
Menurut Ronny, bioetanol sebagai bagian dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT) memiliki potensi besar untuk menggantikan bahan bakar fosil yang saat ini banyak digunakan.
“Gas rumah kaca harus dibatasi agar bumi tidak semakin panas, dan salah satu cara efektif adalah dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Untuk menjaga kebutuhan energi yang stabil, kita membutuhkan energi yang siklusnya lebih cepat, yaitu EBT,” ujar Ronny, dikutip dari Antara, Jumat (6/9/2024).
Menurut Ronny, sektor transportasi merupakan pengguna terbesar bahan bakar fosil di Indonesia. Oleh karena itu, bioetanol menjadi solusi yang relevan mengingat sebagian besar kendaraan di Indonesia masih menggunakan bensin.
Pemerintah Indonesia telah mengupayakan beberapa inisiatif untuk mengurangi konsumsi bahan bakar fosil, salah satunya melalui penggunaan biodiesel berbasis minyak sawit. Namun, menurut Ronny, biodiesel bukan satu-satunya solusi karena sebagian besar bahan bakar yang digunakan di Indonesia masih berupa bensin.
“Kendaraan kita saat ini sebagian besar menggunakan bensin, dan jika kita ingin menggantinya dengan kendaraan listrik (EV), maka seluruh kendaraan lama harus diganti. Alternatif yang lebih masuk akal adalah bioetanol,” jelas Ronny.
Penggunaan bioetanol tidak hanya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, tetapi juga membantu mengurangi emisi gas rumah kaca serta mendukung ketahanan energi nasional. Kelebihan lainnya, bioetanol dapat digunakan pada kendaraan yang saat ini menggunakan bensin tanpa perlu modifikasi besar.
“Bioetanol dapat dihasilkan dari limbah organik, yang sekaligus mendorong perekonomian melalui penciptaan lapangan kerja baru,” kata Ronny.
Ia berharap, dengan pengembangan teknologi yang berkelanjutan, bioetanol dapat menjadi solusi yang lebih luas dalam menghadapi tantangan energi dan perubahan iklim di Indonesia.
Saat ini, bioetanol di Indonesia baru digunakan sebagai campuran E05 di Jakarta dan Surabaya. Namun, kebutuhan bensin nasional yang mencapai 29 juta kiloliter per tahun masih belum tercukupi oleh produksi bioetanol dalam negeri yang baru mencapai 34.500 kiloliter.
“Ini menunjukkan bahwa pengembangan bioetanol perlu dipercepat untuk mencapai target bauran energi terbarukan yang ditetapkan pemerintah,” tutup Ronny.