Suara.com - PT Toyota Astra Motor kembali mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan pemberian insentif untuk mobil-mobil hybrid di Indonesia.
Dorongan ini disuarakan setelah pada awal Agustus ini Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto memastikan tak akan ada stimulus untuk kendaraan hybrid pada tahun ini.
Tetapi Marketing Director PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmi Suwandy, pada pekan ini di Solo, Jawa Tengah mengatakan insentif hybrid diperlukan oleh publik dan industri.
Seruan itu disampaikan Anton usai Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam pertemuan dengan DPR di Jakarta pada 26 Agustus kemarin mengusulkan agar insentif mobil hybrid diberikan, agar pabrikan otomotif tidak hengkang dari Indonesia.
Baca Juga: Rencana Insentif Mobil Hybrid Dinilai Tepat, Asal Tak Melebihi Mobil Listrik Murni
Kini Thailand tumbuh menjadi pusat produksi mobil hybrid di Asia Tenggara, setelah pemerintah setempat memberikan insentif yang menarik untuk produsen kendaraan hybrid.
Produsen mobil hybrid yang berinvestasi minimal 3 miliar baht dan menggunakan komponen lokal akan mendapatkan potongan pajak selama lima tahun. Selain itu, mobil hybrid yang berhak atas insentif juga wajib memiliki teknologi driver-assistance.
"Thailand menyiapkan subsidi dan juga memberikan insentif untuk hybrid dengan syarat-syarat tertentu seperti investasi dan juga dengan fitur tertentu. Jadi saya rasa Thailand tidak membela teknologi tertentu dan mendorong industri otomotif nasional," kata Anton.
"Mudah-mudahan negara tetangga membuat kita semakin yakin harusnya teknologi hybrid bisa diterima dan bisa di-support. Kita perlu diskusi mendalam lagi tentang teknologi BEV, hybrid dan ke depan plug-in hybrid, serta industri nasional," lanjut dia.
Sebelumnya dalam rapat bersama Komisi VII DPR di Jakarta, Menteri Agus mengusulkan adanya insentif untuk produsen mobil hybrid di Indonesia.
Baca Juga: Insentif Mobil Hybrid Dinilai Ganggu Eksosistem Mobil Listrik, Faktanya...
“Walaupun insentifnya enggak bisa sebesar mobil listrik,” usul Agus awal pekan ini.
Agus mewanti-wanti, jika tak ada dukungan insentif untuk mobil hybrid maka ada risiko pabrikan akan keluar dari Indonesia.
“Kami tidak mau pabrikan mobil hybrid yang sudah ada di Indonesia itu pindah. Ini kasusnya sama dengan ketika tahun 1980an kita mempersulit tumbuhnya industri semikonduktor dan mereka semua pindah ke Malaysia,” lanjut Agus.