Suara.com - Bukan rahasia lagi jika mobil Nissan bak kehilangan popularitas, apalagi sejak tutup pabrik beberapa tahun silam.
Bahkan menurut pantauan Suara.com di data wholesales yang dirilis Gaikindo untuk Januari-Juli 2024, tercatat bahwa produsen mobil Jepang yang satu ini berada di urutan 22, kalah jauh dari saudara senegaranya seperti Toyota, Mitsubishi, bahkan Honda.
Tak cuma di Indonesia, rupanya Nissan juga sedang terpukul mundur di Amerika Serikat, menurut laporan dari The Drive.
Seberapa terpukul Nissan?
Baca Juga: Toyota Konsisten Dominasi Global, tapi Mulai Kena Slepet di Negara Maju Asia
Nissan tengah menghadapi badai besar di pasar otomotif Amerika Serikat. Profitabilitas perusahaan anjlok ke titik terendah dalam 15 tahun terakhir, sementara dealer-dealernya merugi besar-besaran. Apa yang sebenarnya terjadi?
Salah satu masalah utama adalah penuaan model-model Nissan. Mobil-mobil terlihat ketinggalan zaman dibandingkan dengan pesaingnya.
Selain itu, Nissan juga terlambat dalam menghadirkan kendaraan listrik. Meskipun ada Leaf dan Ariya, pilihannya terbatas dan tidak terlalu menarik bagi konsumen.
Akibatnya, pelanggan beralih ke merek lain yang menawarkan model-model yang lebih segar dan sesuai dengan tren pasar.
Hal ini berdampak buruk pada penjualan Nissan, yang pada gilirannya membuat dealer-dealernya kesulitan bertahan.
Baca Juga: Cukup 10 Menit, Baterai Mobil Listrik Ini Bisa Dipakai Buat Tempuh Jarak jauh
Namun, ada secercah harapan bagi Nissan. Model Kicks yang baru saja diperbarui memiliki potensi untuk menarik konsumen muda dengan desain yang segar dan harga yang terjangkau, setidaknya di AS.
Selain itu, perusahaan juga berencana memperluas lini kendaraan listriknya melalui kerjasama dengan Mitsubishi.
Meskipun tantangan masih besar, Nissan perlu bergerak cepat untuk memperbaiki situasi.
Fokus ke EV jadi solusi?
Belum lama ini, Nissan tergabung dalam aliansi trio pabrikan Jepang yang melibatkan Honda dan juga Mitsubishi.
Aliansi ini mulanya bertujuan untuk mengembangkan kendaraan listrik, khususnya pada sektor software.
Namun, mantan bos Nissan, Carlos Ghosn, berspekulasi bahwa kerja sama ini bisa berubah menjadi aliansi, atau bahkan akuisisi, dengan Honda sebagai pemain utama.