Pabrik Terancam Bangkrut, Bos Sritex Ternyata Punya Museum Pribadi Simpan Mobil Klasik

Kamis, 20 Juni 2024 | 13:05 WIB
Pabrik Terancam Bangkrut, Bos Sritex Ternyata Punya Museum Pribadi Simpan Mobil Klasik
Koleksi Mobil Klasik Museum Tumurun yang Dikelola Bos Pabrik Tekstil Sritex. (Dok. Museum Tumurun)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu raksasa tekstil di Indonesia, terancam bangkrut di tengah gempuran utang yang menumpuk.

Ironisnya, Bos PT Sritex Iwan Setiawan Lukminto sempat tercatat sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia.

Dengan jumlah kekayaan yang dimiliki, Bos Sritex diketahui memiliki museum pribadi bernama Museum Tumurun untuk menyimpan jajaran koleksi mobil klasik.

Pada area depan museum, pengunjung akan langsung disambut dengan mobil klasik jenis Mercedes-Benz.

Baca Juga: Toyota Angkat Tangan Kembangkan Mobil Sport, Faktor Permintaan Jadi Penentu

Koleksi Mobil Klasik Museum Tumurun yang Dikelola Bos Pabrik Tekstil Sritex. (Dok. Museum Tumurun)
Koleksi Mobil Klasik Museum Tumurun yang Dikelola Bos Pabrik Tekstil Sritex. (Dok. Museum Tumurun)

Mobil tersebut merupakan Mercedes Benz 600 Grosser 1972, yang merupakan koleksi Marcy pertama pendiri PT Sritex Tbk, Lukminto.

Mobil itu sempat menemani aktivitas pendiri raksasa tekstil terbesar se-Asia Tenggara itu.

Selain mobil klasik jenis Mercedes-Benz, ada dua mobil Dogde yang juga dipamerkan di museum ini.

Yakni Dogde DK Sedan tahun 1932 dan Dogde D24 Town Sedan tahun 1948.

Selain mobil, di museum ini juga menampilkan ratusan lukisan dari pelukis terkenal kebanggaan tanah air.

Baca Juga: Ruben Onsu Kepergok Doyan Naik Mobil Sejuta Umat, Harga Bekasnya Ada yang 90 Jutaan

Sritex telah lama berkutat dengan masalah keuangan. Pada September 2023, ekuitas perusahaan tercatat negatif, menandakan defisit modal dan kondisi perusahaan yang kritis.

Penurunan drastis kinerja Sritex dipicu oleh beberapa faktor, termasuk pandemi Covid-19 yang menghantam industri tekstil global. Persaingan ketat di pasar internasional dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga memperparah kondisi keuangan perusahaan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI