Suara.com - Gugatan uji materi terkait batas usia pemberian Surat Izin Mengemudi atau SIM di Mahkamah Konstitusi dinilai keliru. Para penggugat juga dinilai tidak paham soal syarat usia dalam mengemudikan kendaraan bermotor.
Instruktur keselamatan berkendara Sony Harisno, yang menanggapi gugatan tersebut, mengatakan pemberian surat izin mengemudi atau SIM bagi anak berusia di bawah 17 tahun dapat menimbulkan risiko, bisa membahayakan keselamatan.
"Mereka yang mengajukan uji materi sudah gagal paham," tegas Sony.
Dia mengemukakan bahwa kompetensi dalam mengemudi tidak hanya diukur dari kemampuan motorik, tetapi juga kemampuan mengontrol emosi, menjaga perilaku, dan membaca risiko bahaya di sekitarnya, yang umumnya belum dimiliki oleh anak-anak berusia di bawah usia 17 tahun.
Oleh karena itu, ia melanjutkan, pengujian ketat harus dilakukan jika hendak memberikan SIM kepada remaja berusia kurang dari 17 tahun.
"Itu mengapa yang usia 17 tahun pun masih harus diuji dulu kelayakannya. Jalan raya itu bukan arena bermain seperti taman, di sana ada kendaraan-kendaraan bermotor yang kecepatannya, arahnya, tingkat (kemampuan) pengemudinya, hingga kendaraannya pun berbeda," Sony menjelaskan, dilansir dari Antara.
Dia menekankan pentingnya penerapan standar pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan mengemudi kendaraan guna menekan risiko kecelakaan lalu lintas di jalan raya.
Diketahui seorang warga bernama Taufik Idharudin mengajukan permohonan uji materi di MK aturan perihal syarat usia pemberian SIM. Ia berpendapat anak berusia di bawah 17 tahun yang punya kemampuan mengemudi setara orang dewasa seharusnya bisa mendapatkan SIM.
Taufik Idharudin mengajukan permohonan uji materi Pasal 81 Ayat 2 Huruf a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap UUD 1945 karena merasa kagum dengan kemampuan berkendara anak berusia 11 tahun dan 10 tahun asal Sampang, Madura.
Baca Juga: Cara Perpanjang SIM Mati Tanpa Bikin Baru Hingga 20 April 2024, Simak Jadwal, Biaya dan Ketentuannya
Kedua anak itu mengendarai kendaraan beroda dua sejauh 430 km dari Sampang menuju ke Semarang, dan berencana melanjutkan perjalanan ke Jakarta. Namun, petugas kepolisian menghentikan perjalanan mereka di Semarang.
"Menurut saya jarak tidak bisa jadi ukuran. Mereka selamat mungkin karena beruntung, mungkin juga kondisi lalu lintasnya tidak krusial atau jauh dari situasi yang mengharuskan si anak mengeluarkan kemampuan soft skill-nya," kata Sony.
"Banyak hal yang belum bisa dikuasai oleh anak-anak karena masih labil (secara emosional). Jangan anggap remeh pentingnya keselamatan," tutup Sony.