Suara.com - Sebuah lembaga penelitian asal Jerman, Kiel Institute menyebutkan bahwa peruahaan mobil listrik BYD telah menerima subsidi sebesar US$ 2,26 miliar atau setara Rp 35,4 triliun dari pemerintah China.
Dalam penelitiannya, Kiel Institute bahkan menyebutkan pemerintah China menghabiskan lebih banyak uang dibandingkan negara-negara OECD seperti AS dan Jerman.
"Pada tahun 2020, BYD menerima subsidi langsung sekitar US$ 236 juta. Pada tahun 2022, angka tersebut meningkat secara signifikan menjadi US$ 2,26 miliar," tulis keterangan Kiel Institute, dikutip dari Carscoops, Minggu (14/4/2024).
Zara Jadi Sorotan Karena Lepas Hijab, Ternyata Kagumi Mobil Klasik yang Satu Ini
Baca Juga: Hyundai Mundur dari Kesepakatan Pembelian Aluminium di Kalimantan Utara
Menurut studi baru Institut Kiel, jumlah subsidi sangat tinggi dibandingkan subsidi yang diterima perusahaan otomotif lain di negeri Tirai Bambu.
Institut Kiel menemukan bahwa 99 persen perusahaan terdaftar di negara tersebut menerima insentif pada tahun 2022. Hanya saja memang BYD adalah perusahaan yang paling besar menerima bantuan dari pemerintah Tiongkok.
Selain subsidi yang diterima langsung dari pemerintah, BYD juga mendapat manfaat dari pelanggan yang menerima insentif pemerintah untuk membeli baterainya untuk kendaraan listrik mereka.
Hyundai Mundur dari Kesepakatan Pembelian Aluminium di Kalimantan Utara
Hal ini rupanya membuat banyak perusahaan otomotif Eropa mengeluh atas kondisi tersebut. Sebab dengan adanya subsidi dati pemerintah setempat, BYD dapat dengan mudah bersaing karena dapat menjual mobil listrik mereka dengan harga yang sangat murah.
Baca Juga: Perang Teknologi di Arena Mobil Listrik: Huawei vs Xiaomi
Subsidi yang sangat besar itu membuat BYD memiliki posisi yang sangat menguntungkan dalam bisnis mobil listrik. Bahkan telah menggeser posisi Tesla sebagai perusahaan mobil listrik terbesar sebelumnya.
"Eropa perlu membujuk Tiongkok untuk menarik subsidi yang sangat merugikan bagi Uni Eropa," saran Kiel Institute.