Suara.com - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia pada Rabu (14/2/2024) menggunakan hak suaranya dengan ikut coblosan Pemilihan Umum (Pemilu) di TPS 04 Duren Tiga Jakarta Selatan. Ia pun berbincang soal Electric Vehicle (EV) atau mobil listrik.
Dikutip dari kantor berita Antara, Bahlil Lahadalia mengajak masyarakat untuk bangga karena Indonesia telah berhasil menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang memproduksi baterai mobil listrik.
Saat ini, produk nikel Indonesia berkisar antara dua hingga 11 kali lipat dibanding produk mentahnya.
Akan tetapi, nilai ini masih jauh di bawah nilai tambah yang lebih dari 60 kali lipat jika mencapai produksi baterai.
Baca Juga: EV Jadi Pilihan Plh Gubernur Jatim Saat Mencoblos di TPS Surabaya
Menteri Bahlil Lahadalia memperkirakan produksi baterai untuk mobil listrik dapat mencapai 100 gigawatt hour (GWh), sehingga mampu memenuhi kebutuhan 1,7 juta mobil listrik.
“Mungkin pada 2027 akan diproduksi kurang lebih sekitar 100 giga, itu sama dengan 1,7 juta mobil listrik,” jelasnya.
Saat ini, kapasitas produksi baterai untuk mobil listrik di Indonesia mencapai sekitar 10 GWh. Ia menjelaskan bahwa dengan kapasitas produksi itu, Indonesia sudah bisa memenuhi kebutuhan 170 ribu mobil.
“Sekarang, konsumsi baterai di Indonesia, kapasitas produksi mobil (listrik) kita, belum sampai 100 ribu,” ungkap Bahlil Lahadalia.
Pada Maret 2024, Indonesia akan melakukan ekspansi untuk meningkatkan kapasitas produksi baterai menjadi 20 GWh.
Baca Juga: Ingin Lebih Berbicara di Trek, Scuderia Ferrari Luncurkan Tunggangan Baru Secara Daring
“Bulan Maret sudah mulai ekspansi. Mereka begitu, selesai pabrik pertama produksi, mereka langsung melakukan ekspansi,” lanjutnya.
Ada pun pernyataan ini terkait pemaparan Managing Director Energy Shift Institute Putra Adhiguna yang menilai Indonesia perlu meningkatkan kapasitas produksi baterai. Karena diperkirakan hanya akan memiliki 10 gigawatt hour (GWh) atau kurang dari 0,4 persen kapasitas produksi baterai global pada 2024.
“Energy Shift Institute memperkirakan tahun ini Indonesia hanya akan memiliki 10 gigawatt-hour (GWh) atau kurang dari 0,4 persen kapasitas produksi baterai global, 2.800 GWh,” jelas Putra Adhiguna dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Jumat (9/2/2024).