Setelah terjadi perlambatan penjualan kendaraan listrik, Toyota berada di posisi terdepan dengan memanfaatkan lonjakan permintaan kendaraan hybrid.
Untuk 2023, perusahaan berlogo tiga ellips itu menjual 10,3 juta unit mobil hybrid, meningkat 7,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Totalnya mencakup gabungan 3,5 juta kendaraan hybrid (Hybrid Electric Vehicle atau HEV) dan hybrid plug-in (Plug-in Hybrid Electric Vehicle atau PHEV), sebuah peningkatan year-on-year (yoy) sebesar 32 persen. Sedangkan mobil listrik murni (Battery Electric Vehicle atau BEV) hanya laku 104.000 unit.
Dalam penjualan hingga akhir Maret 2024, Toyota memperkirakan keuntungan sebesar 4,5 triliun yen atau sekira 24 miliar Poudsterling Britania Raya (GBP), atau mengalami kenaikan dari sebelumnya 2,5 triliun yen.
"Meski pun kendaraan listrik murni bertenaga baterai memimpin transisi, data penjualan menunjukkan bahwa konsumen semakin menuntut berbagai jenis kendaraan hybrid yang menggunakan bahan bakar fosil sebagai cadangan,” ungkap Ernan Cui, analis di Gavekal Dragonomics, mengatakan kepada The Nikkei di Jepang.
"Terlebih lagi, keunggulan hybrid Toyota saat ini tidak mudah ditiru. Dibutuhkan antara lima dan tujuh tahun untuk mengembangkan mobil baru," tambah Andrew Bergbaum dari AlixPartner.
"Awalnya memang sangat sulit untuk berjuang sendirian,” jelas Akio Toyoda tentang ketetapan perusahaannya untuk terus menghadirkan produk hybrid.
"Toyota memandang karbon sebagai musuh, sehingga kami menghadirkan berbagai solusi untuk mengurangi karbon. Berupa kombinasi kendaraan listrik tenaga baterai (BEV), plug-in hybrid, bahan bakar sel listrik, serta hybrid. Tujuannya pelanggan dapat memilih paling sesuai dengan kebutuhan mereka yang mempertimbangkan ketersediaan energi terbarukan, infrastruktur, kebijakan pemerintah, dan harga," demikian ditambahkan juru bicara Toyota.
Para kompetitor Toyota yang terjun lebih awal di sektor produksi mobil listrik atau EV seperti Ford, Volkswagen, dan General Motors termasuk di antara yang mengerem atau mengurangi produksinya.
Kendalanya terjadi setelah berhasil menyasar pengguna awal, mereka mendapati pasar massal jauh lebih sulit untuk ditembus. Apalagi sampai kini banyak konsumen yang masih ragu dengan harga tinggi dan kekhawatiran mengenai infrastruktur pengisian ulang baterai atau recharging station.
Baca Juga: Intip Koleksi Mobil Mewah Lewis Hamilton: Memang Dari Dulu Dominan Ferrari?