Suara.com - Toyota Chemical Engineering (TCE), anak perusahaan Toyota Motor Corporation, Jepang mengembangkan bisnis daur ulang baterai mobil listrik atau Electric Vehicle (EV), utamanya baterai limbah dari Toyota Prius dan Toyota bZ4X.
Dikutip kantor berita Antara dari laman Toyota Times, proses pengerjaan daur ulang baterai ini tanpa proses pembakaran. Sehingga menciptakan lompatan ekologis.
Pengembangan ini adalah mengubah proses daur ulang konvensional yang umumnya membakar baterai lama kemudian mengumpulkan bahan-bahan penting dari abunya.
Cara ini berhasil, namun sangat boros karbon dan bukan cara paling efektif untuk mendapatkan kembali semua bahan dalam sel baterai.
Baca Juga: Terkait Laporan TICO, PT TAM Jamin Kualitas
Temuan yang dikembangkan TCE adalah melakukan proses destilasi elektrolit (kandungan dalam baterai) agar tidak terlalu mudah terbakar, dan lebih aman untuk ditangani.
Lewat perlakuan ini, baterai bisa dibongkar lebih menyeluruh, dihancurkan sel-selnya, membuatnya lebih mudah untuk dipilah-pilah, dan material tertentu bisa didapatkan ulang.
TCE mengungkapkan bahwa sisa-sisa baterai yang disebut sebagai "zat hitam" itu mengandung aluminium, besi, dan banyak logam langka.
Perusahaan menyatakan bahwa metode baru ini mengurangi emisi CO2 (karbon dioksida) yang terlibat dalam proses daur ulang baterai, dan meningkatkan tingkat pemulihannya.
"Tidak hanya berkontribusi kepada netralitas karbon, tetapi memungkinkan untuk menyortir dan memulihkan bahan yang tidak dapat kami peroleh dari pembakaran konvensional, yang secara dramatis meningkatkan tingkat pemulihan. Ini adalah langkah menuju tercapainya ekonomi sirkular,” jelas Kenichiro Muramatsu, anggota TCE.
Baca Juga: Media Jepang Soal Safety Test Daihatsu: Indonesia Negara Pertama Bersihkan Nama Brand dari Kehebohan
Saat ini TCE melakukan proses daur ulang untuk mobil-mobil listrik Toyota seperti Toyota Prius generasi ketiga dan Toyota bZ4X.
Peningkatan adopsi kendaraan listrik dalam beberapa tahun terakhir tentu semakin meningkatkan kebutuhan akan logam langka untuk baterainya, seperti kobalt atau lithium.
Cadangan sumber daya mineral ini terbatas, dan penambangan yang tidak terencana dapat mengakibatkan penipisan sumber daya.
“Meskipun kebanyakan orang tidak pernah berkesempatan untuk melihat isi baterai, membuangnya bersama mobil saat masa pakai habis menjadi masalah yang serius," demikian dipaparkan TCE.
“Di Jepang, di mana sumber daya langka, pemulihan sumber daya menjadi sangat penting. Saya memiliki cucu, dan saya ingin mewariskan lingkungan yang lebih baik lagi untuk anak-anak di masa depan. Itulah mengapa saya terus menghadapi tantangan-tantangan ini dengan melihat masa depan 20 atau 30 tahun dari sekarang," Yoshihiro Hayashi, Presiden TCE tentang daur ulang baterai ini.
Selain temuan daur ulang baterai, TCE juga berupaya membuat pembangkit energi dari sampah menjadi lebih ramah lingkungan.
Sampah yang diproses dalam panci bertekanan berisi serbuk gergaji, kertas sobek, dan air dapat diubah menjadi bahan bakar cair.
Cairan yang dihasilkan bisa difermentasikan menjadi gas mengandung metana yang digunakan untuk menghasilkan listrik.
Meskipun mengakui bahwa metodenya tidak sepenuhnya menghilangkan pembakaran, TCE menegaskan bahwa metode ini mengurangi emisi CO2 dengan menangkap produk sampingan jika memungkinkan, dan memanfaatkan limbah panas dari proses pembakaran untuk menghasilkan listrik tambahan.