Suara.com - Indonesia tengah bersiap menuju Net Zero Emission atau NZE 2060 dengan melakukan langkah-langkah persiapan. Antara lain adalah penggunaan kendaraan ramah lingkungan berupa Electric Vehicle atau EV.
Lewat pemakaian EV, emisi gas buang yang saat ini terjadi dan menimbulkan berbagai kondisi seperti pencemaran udara, kandungan karbon dioksida dan karbon monoksida tinggi, kualitas udara tidak bagus, bisa berangsur ditekan.
Di sisi lain, Pemerintah RI juga menetapkan beberapa kebijakan untuk menumbuhkembangkan ekosistem EV serta mendekatkan masyarakat dengan kendaraan ramah lingkungan. Sederet brand otomotif yang beroperasi di Tanah Air juga menyodorkan wacana sampai produk jadi berupa mobil EV ditambah pernyataan dukungan terhadap langkah negara kita menuju NZE 2060.
Salah satu kebijakan pemerintah terhadap brand otomotif penyedia mobil listrik atau EV adalah industri otomotif yang hendak membangun pabrik mobil listrik di Tanah Air masih diperbolehkan untuk mengimpor mobil Completely Built-Up atau CBU hingga akhir 2025. Dasarnya adalah Perpres Nomor 79 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Listrik.
Mobil built-up atau CBU sendiri adalah produk yang masuk ke Indonesia dalam bentuk utuh tanpa memerlukan proses assembling atau perakitan ulang saat tiba di Tanah Air.
Dikutip dari kantor berita Antara, Rachmat Kaimuddin, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia menetapkan penghapusan pajak atas CBU sampai akhir 2025. Atau terhitung dua tahun mulai 2024.
“Bagi yang hendak berkomitmen membuat pabrik di Indonesia, kami akan berikan keringanan waktu dua tahun sampai akhir 2025, Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) dan bea masuknya kami berikan nol persen, akan tetapi, PPN-nya masih 11 persen supaya jadi pembeda dengan yang di dalam (bukan termasuk CBU) dan yang belum,” jelas Rachmat Kaimuddin.
Meski penghapusan pajak atas CBU bakal berlangsung hingga pemungkas 2025, bukan berarti brand otomotif produsen EV cukup mendistribusikan mobil semata. Mereka harus memproduksi kendaraan di dalam negeri dengan jumlah yang sama dengan kendaraan yang mereka impor. Lamanya hingga 2027.
Apabla target yang ditentukan tidak berhasil dilewati, maka dikenakan sanksi sebesar nilai yang setara dengan pemberian insentif.
Baca Juga: Menatap Masa Depan Bebas Emisi, Ini Timeline Indonesia Menuju Era Produsen Kendaraan Listrik atau EV
“Jadi, kalau mereka impor misalnya seribu unit sampai 2025, mereka harus produksi seribu unit juga di 2027. Kalau kurang mereka harus bayar, dikenakan sanksi sebesar insentif yang kami berikan. Jadi, tidak bisa main-main pura-pura memproduksi padahal tidak,” tandas Rachmat Kaimuddin.
Perlu dicatat pula bahwa diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 1 persen juga tidak berlaku bagi produk CBU. Alasannya, produk tidak memenuhi syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sesuai Peraturan Presiden atau Perpres.
Di sisi lain, bagi brand yang memproduksi kendaraan di dalam negeri, Pemerintah RI juga menyiapkan kebijakan menarik. Yaitu produsen tidak hanya dapat membuat pabriknya sendiri, namun diperbolehkan menggandeng fasilitas perakitan lokal untuk memproduksi mobil listrik.
“Sebenarnya pada prinsipnya harus TKDN 40 persen, jadi apakah bikin pabrik atau bekerja sama, selama itu cukup TKDN, maka tenaga kerja terbangun di domestik,” tutupnya dengan uraian bernada semangat kepada brand calon pembuat pabrik di Indonesia.