Suara.com - Peredaran pelumas atau oli palsu saat ini semkain meresahkan karena menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat. Tidak hanya konsumen sebagai pengguna, bengkel dan produsen pelumas otomotif juga sangat dirugikan.
Bahkan menurut Ketua Umum Asosiasi Pelumas Indonesia (Aspelindo) Sigit Pranowo, tindakan pemalsuan ini selain merugikan penjualan juga mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelumas asli berkurang.
Untuk itu diperlukan kerja sama dari berbagai pihak yaitu pemerintah, penegak hukum, pelaku industri otomotif, bengkel dan konsumen, dalam memerangi oli palsu.
"Tindakan pemalsuan ini memang masih marak dan harus segera diberantas. Selain konsumen yang dirugikan, kami selaku pemilik merek dagang juga sangat dirugikan," kata Sigit Pranowo, di Jakarta, Kamis (24/8/2023).
Baca Juga: AMSI Desak Presiden Segera Sahkan Publisher Right Sebelum Kehilangan Relevansi
Sementara itu, Hermas Efendi Prabowo selaku Ketua Umum Persatuan Bengkel Otomotif UMKM Indonesia (PBOIN), tren oli palsu tidak hanya terjadi di daerah, tapi juga di kota-kota besar.
"Karena bengkel sendiri memang banyak kedatangan sales oli. Kadang bengkel tidak mengerti, bahwa oli yang ditawarkan asli atau tidak," papar Hermas.
Lebih lanjut, Hermas memberi contoh, ada oli dengan merek tertentu memiliki hasil yang baik saat pengujian. Tapi ketika melakukan kontrak jangka panjang ternyata kualitasnya berbeda.
"Ketika baru dipakai sekian kilometer di kendaraan, itu olinya sudah butek. Jadi pemalsuan oli itu merugikan semua, baik konsumen, produsen, dan negara," ungkapnya.
Terakhir Hermas menyampaikan, permasalahan oli palsu merupakan kepentingan bersama. Dengan demikian memerangi oli palsu butuh perhatian dari banyak pihak.
Baca Juga: Jenis Pelumas yang Perlu Diperhatikan Sebelum Lakukan Touring
Pemalsuan pelumas sendiri dapat dijerat dengan Pasal 100 ayat (1) dan/atau ayat (2) serta Pasal 102 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.