Suara.com - Menyimak Kopi Darat Nasional atau Kopdarnas Mitsubishi L300 Bestienya Niaga di Candi Banyunibo, Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan bahwa mobil niaga kesayangan mereka tidak selalu berusia muda.
Bersama para undangan PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI) Suara.com menyaksikan begitu banyak Elsa, Elsapek, atau EL 300--nama kesayangan Mitsubishi L300--usia tua yang tetap berfungsi optimal dan menjadi andalan. Demikian pula unit-unit hasil modifikasi eksterior dan interior. Para pemilik dengan bangga menyatakan mobil andalannya berusia senja namun perkasa.
Antara lain dipaparkan Sri Susanto, anggota komunitas Jogja EL 300 Community atau JEC chapter Sleman, yang menjadi salah satu panitia acara.
Ia mengungkapkan bahwa Mitsubishi L300 andalannya bermesin diesel lansiran 1986. Pilihan ini berdasar pengalamannya telah mengenal produk ini sejak berusia tujuh tahun.
Baca Juga: Angkutan Legendaris, Mitsubishi L300 Andalan Pengusaha Lintas Generasi
Ayah Sri Susanto adalah pengusaha jasa angkutan yang mengandalkan Mitsubishi L300 bensin.
Sebelum memiliki unit mobil niaga ini sendiri, Sri Susanto menyewa kendaraan untuk berbisnis dan terkadang tidak mendapatkan selaras keinginan, sehingga ia bertekad membeli produk yang sudah dikenalnya baik.
"Pada 2007, saat L300 mulai pakai fitur power steering, di situlah saya makin yakin untuk punya L300 sendiri sebagai armada angkut andalan saya. Apalagi dari sisi penggunaan BBM, L300 jagonya irit," tandasnya.
Kini ia memiliki dua unit Mitsubishi L300 yang menjadi andalannya berbisnis mencetak dan mengantar batako serta jual-beli material. Satu buatan 1986 dan satu lagi 2012.
Baca Juga: Kilas Balik Keseruan Acara Kopdarnas Banyunibo, Ada Test Drive Mitsubishi New Colt L300 Euro 4
Dan kisah unit buatan 1986 juga seru. Bukan produk baru melainkan mobil yang sudah ndongkrok dalam bahasa Jawa alias sudah mangkrak. Serta dihargai pemilik lama sekira Rp 15 jutaan.
Setelah rekondisi, sanggup diajak bekerja keras, dalam sehari bisa empat sampai lima kali bolak-balik ke lereng Gunung Merapi untuk mencari material pasir. Rutenya: Kalasan-Merapi-Kalasan atau Kalasan-Merapi-konsumen.
"Kalau permintaan sedang tinggi, bahkan dalam sehari bisa bolak-balik angkut material sampai lima hingga tujuh kali," imbuhnya bangga sembari menambahkan ongkos BBM yang dikeluarkan berkisar Rp 50.000 saja.
Selain irit bahan bakar, bandel melahap tanjakan dan turunan, hal menarik dari Elsa, Elsapek, atau EL 300 alias Mitsubishi L300 adalah harga jual kembali untuk produk second yang stabil.
Sri Susanto sudah beberapa kali ganti armada, dan harga yang ia peroleh selalu pantang rugi. Seperti L300 1994 yang dibelinya Rp 55 juta laku Rp 60-65 juta.
Senada pengalaman Harjono, juga anggota JEC sekaligus panitia Kopdarnas L300 Bestienya Niaga. Berangkat dari harga jual Elsa yang stabil itu, ia terjun sebagai pebisnis jual-beli kendaraan niaga satu ini.
"Bahan atau mobil lama Elsapek masih banyak ditemukan. Terkadang dapat yang bagus, ada pula yang sudah tidak diurus sehingga perlu direkondisi," paparnya kepada Suara.com.
Proses rekondisi biasanya bagian bak yang berkarat dimakan usia. Sementara bagian kaki-kaki biasanya dalam kondisi cukup bagus sehingga bisa ditangani sampai tuntas.
"Sementara untuk suku cadang atau spareparts unit-unit lama, saya tidak kehilangan akal. Komunitas L300 yang begitu besar membuat pengadaan sparepart lebih mudah. Semisal saya perlu ini dan tidak ada di pasaran, maka saya lempar kepada komunitas. Bantuan pun datang. Demikian pula bila ada yang perlu dan saya ada, maka tinggal kirim. Dengan demikian proses rekondisi bisa dilakukan," ujarnya bersemangat.
Kemudian soal pasar kendaraan second hand Elsapek. Para anggota komunitas sendiri juga pasar potensial. Berangkat dari mereka telah mengenal keandalan produk, jual-beli di kalangan komunitas pengguna EL 300 atau Mitsubishi L300 sendiri marak.
"Termasuk di masa pandemi COVID-19, di mana penjualan online menjadi umum. Cukup upload foto, lantas videocall untuk deal harga dilanjutkan pengiriman unit. Dan dibandingkan situasi sebelumnya, yaitu pasar offline, dagangan saya tidak banyak berubah, tetap ada peminat," jelas Harjono bersyukur.
Senada pengalaman Amin Tohari dari Eltitusi AE REOG Ponorogo. Seperti stiker yang menghias moncong Elsapek kesayangannya, bertuliskan "Bakol Embek" alias pedagang kambing, ia memasang rak tiga susun, jarak antarbagian sekira 25 cm dengan kapasitas angkut 40-50 ekor sekali jalan.
Dengan bahasa khas Jawa Timuran, ia menyatakan, "Wah, ini mobil arogan kalau buat trek-trekan!" yang artinya Mitsubishi L300 tangguh mengeksekusi tanjakan, meski ia mengangkut begitu banyak ternak.
Amin Tohari mengandalkan Mitsubishi L300 mesin diesel produksi 2012. Rutenya antara lain Ponorogo-Semarang-Kendal ulang-alik. Caranya menaklukkan tanjakan adalah dibawa kalem, tidak perlu menggeber gas.
"Saya membelinya dulu sekira Rp 145 jutaan. Melihat kendaraan ini tangguh di jalanan, ada yang sudah menawar Rp 130 juta. Ini menandakan harganya terjaga. Bukan menunggu ditawar lebih tinggi, namun ini andalan saya, semoga nanti bisa beli unit baru untuk tambahan armada," tukasnya.
Satu hal lagi yang tidak kalah membahagiakan bagi Amin Tohari. Yaitu persaudaraan dan kedekatan antaranggota komunitas. Hal yang membuatnya semakin banyak punya teman di kota-kota tujuan pengantaran ternak dagangannya dan lebih mudah mendapatkan bantuan saat mengalami kendala.
"Selain bengkel authorized, bila sedang mengalami hal teknis, mau jam berapa saja ada anggota komunitas standby untuk dimintai tolong. Termasuk misalnya perlu sparepart mendadak, ada saja bantuan," kisah Amin Tohari.
Dan pengalaman tak terlupakan adalah rasa solidaritas para anggota komunitas.
"Suatu hari saat mau kembali ke Ponorogo bak saya kosong atau tidak ada yang diangkut. Bagi pebisnis kondisi seperti ini disayangkan. Namun lagi-lagi ada bantuan. Saya dikabari ada barang yang bisa diangkut menuju titik kepulangan, sehingga mobil tidak kosong dan dapat penghasilan pula," tutupnya.