Suara.com - Dalam acara "National Seminar 100 Years of Indonesia Automotive Industry Realizing Indonesia Net Zero Emission" di Institut Teknologi Bandung atau ITB, di Bandung, Jawa Barat, pad Kamis (1/12/2022) Civitas Akademisi Pengajar ITB, Agus Purwadi mengungkapkan pentingnya peran pemerintah dalam ekosistem kendaraan listrik.
Dikutip dari kantor berita Antara, pemerintah Indonesia diminta untuk serius dalam membantu terciptanya ekosistem kendaraan hijau dengan berbagai insentif. Tujuannya untuk mempercepat terciptanya ekosistem itu.
"Di sisi kiri kita buang Rp 500 triliun untuk kompensasi dan subsidi, di sisi kanan kita punya over supply listrik. Kalau mau pindah, paling tidak pemerintah harus serius mengalokasikan setidaknya 10 persen dari anggaran untuk ke arah elektrifikasi di Indonesia," papar Agus Purwadi.
Menurut dosen ITB ini, konversi dari kendaraan konvensional ke kendaraan elektrik adalah sebuah jembatan yang dirasa tepat untuk memulai era elektrifikasi di Indonesia. Hal itu dikarenakan banyaknya masyarakat yang menggunakan kendaraan listrik nantinya.
Baca Juga: Wuling Jalin Kerja Sama dengan Gotion High-Tech untuk Kebutuhan Rantai Pasok Baterai mobil Listrik
Untuk melanjutkan langkah itu, berbagai insentif juga dibutuhkan oleh mereka yang hendak melakukan kegiatan modifikasi keberalihan terhadap kendaraan sekarang. Caranya lewat konversi kendaraan konvensional ke kendaraan listrik.
Saat ini, langkah konversi sudah banyak dilakukan para ahli. Salah satunya adalah ITB, dengan materi Toyota Calya.
"Bila sekadar bisa jalan dan berfungsi, mungkin no problem. Yang jadi masalah bila melihat standar internasional atau homologasi. Produk kita harus memenuhi safety aspek yang sangat ketat,"tans Agus Purwadi.
"Untuk membuktikan mobil konversi itu sudah layak atau belum caranya mudah. Coba saja bawa ke SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum). Cocok atau tidak colokannya. Bila tidak, belum bisa dikatakan berhasil modifikasinya," lanjutnya.
Agus Purwadi juga menambahkan, masih banyak yang harus dipelajari untuk melakukan konversi dari kendaraan konvensional ke ranah elektrik. Tidak hanya semata-mata menaruh baterai di kendaraan itu.
"Kami memang beda sendiri dengan yang dilakukan oleh UI dan ITS, yang kami pilih adalah transmisi matik. Jadi banyak tantangan yang kami hadapi. Kalau transmisi manual relatif sudah bisa dilakukan," tambahnya.
Proyek konversi sudah berjalan sejak 2020. Meski begitu, baru muncul ke publik mulai 2021. Studi ini juga disebutkan Agus Purwadi untuk lebih mengedepankan isu keselamatan sebagai standar internasional terhadap kendaraan elektrifikasi nantinya.