Tingkat Kemacetan di DKI Jakarta Mencapai 48 Persen, Langkah Pengendalian Kendaraan Bermotor Terus Dilakukan

Jum'at, 14 Oktober 2022 | 11:16 WIB
Tingkat Kemacetan di DKI Jakarta Mencapai 48 Persen, Langkah Pengendalian Kendaraan Bermotor Terus Dilakukan
Kepadatan sejumlah kendaraan yang melintas di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Senin (26/9/2022). Sebagai ilustrasi tingkat kemacetan [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menyatakan bahwa tingkat kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta pada 2022 mencapai 48 persen, yang tergolong level tidak nyaman dalam berkendara.

Dikutip dari kantor berita Antara, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menyebutkan tingkat kemacetan pada 2021 di Jakarta mencapai 34 persen, berdasarkan kajian lembaga pemeringkat kemacetan kota dunia, Tomtom International BV.

Tingkat kemacetan ini menempatkan Jakarta berada di peringkat lebih baik, yaitu posisi 46. Sementara pada 2020 di peringkat 31 dari 404 kota di 58 negara.

Baterai untuk sepeda motor listriyang dipamerkan di IIMS Hybrid 2022 [Suara.com/CNR ukirsari].
Baterai untuk sepeda motor listrik yang dipamerkan di IIMS Hybrid 2022 [Suara.com/CNR ukirsari].

Namun, lembaga internasional itu mengungkapkan pandemi COVID-19 menjadi penyebab atau faktor utama yang menurunkan tingkat kemacetan kota-kota besar dunia.

Baca Juga: Pameran IIMS 2023 Akan Kembali Menyapa Pencinta Otomotif pada Awal Tahun

Total perjalanan warga Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi mencapai 45 juta orang per hari pada 2010. Demikian data dari the Study on Integrated Transportation Master Plan (SITRAMP) Jabodetabek dan Jabodetabek Urban Transportation Policy Integration (JUTPI) I dan II. Kemudian pada 2018 menjadi 88 juta orang per hari.

Kondisi ini juga dibarengi ketergantungan penggunaan kendaraan pribadi, utamanya sepeda motor.

Pada 2002, persentase penggunaan angkutan umum mencapai 52,7 persen dan sepeda motor sebanyak 27,5 persen. Akan tetapi pada pada 2018, penggunaan sepeda motor meningkat tajam menjadi 68,3 persen dan angkutan umum sebaliknya, susut sampai menunjukkan 6,9 persen saja.

Meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor pribadi tak hanya menimbulkan kemacetan. Namun memberikan dampak terhadap penurunan kualitas udara yang berujung kepada kondisi kesehatan.

Baca Juga: Menyusul Toyota, Nissan dan Mazda Tinggalkan Industri Otomotif Rusia

Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta pada 2020 menyebutkan sektor transportasi menyumbang polusi udara terbesar. DI dalamnya termasuk polutan paling berbahaya, Partikulat Mikrometer (PM) 2,5 yang mencapai 67 persen.

Polusi udara didapat dari sepeda motor yang menyumbang 44,5 persen, dan mobil sebesar 14,5 persen, berdasarkan kajian Komite Penghapusan Bensin Bertimbal pada 2019.

Kebijakan pengendalian kendaraan bermotor di Jakarta telah dilakukan. Di antaranya manajemen parkir, di mana tarif parkir lebih mahal dua kali lipat jika belum lolos atau belum melakukan uji emisi kendaraan.

Selain itu, ada kawasan rendah emisi dengan mengubah kawasan tertentu menjadi area pejalan kaki penuh seperti di Kota Tua dan Tebet Eco Park.

Langkah lainnya adalah pengendalian kendaraan bermotor di kawasan-kawasan tertentu dengan metode ganjil genap.

Anies Baswedan menyebut saat awal ia memimpin Jakarta, jumlah kendaraan bermotor di Ibu Kota mencapai 19,5 juta unit. Namun berdasarkan data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, jumlah kendaraan bermotor di Ibu Kota Jakarta terus meningkat hingga pada 2021 mencapai 21,7 juta unit.

Sementara itu, soal ganjil genap, Dishub DKI mengungkapkan berdasarkan data Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) pada 2019, sebanyak 37 persen pengguna mobil beralih menggunakan motor saat penerapan ganjil genap. Sisanya, 17 persen menggunakan ojek daring dan 27 persen beralih ke transportasi publik.

Di sisi lain, pembenahan dan peningkatan layanan transportasi umum tak hanya dilakukan di Jakarta, melainkan didorong di wilayah penyangga.

Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mengatakan pada 2018 diperkirakan sebanyak 6,6 juta pergerakan orang setiap hari ke Jakarta dari wilayah penyangga yakni Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek).

Sedangkan fasilitas angkutan umum di wilayah Bodetabek tidak sebaik Jakarta sehingga diperlukan kerja sama antarpemerintah daerah.

"Sebanyak 95 persen lebih kawasan perumahan di Bodetabek tidak memiliki akses fasilitas angkutan umum," paparnya.

Solusi kemacetan di Ibu Kota Jakarta tampaknya memang perlu dilakukan secara komprehensif. Tidak hanya cukup perbaikan fasilitas dan regulasi yang mendukung di Jakarta, namun diperlukan kerja sama antardaerah di kawasan penyangga. Mobilitas orang di Jakarta tidak hanya dipengaruhi oleh masyarakatnya, namun termasuk dari luar, khususnya daerah penyangga.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI