Suara.com - Toyota Motor Corporation (TMC) telah mengambil keputusan untuk angkat kaki dari Rusia karena masalah pasokan bahan baku dan suku cadang utama.
Model-model yang lahir di pabrik yang berlokasi di St Petersburg itu antara lain Toyota Camry dan Toyota RAV4. Dengan kapasitas produksi hingga 100.000 unit per tahun.
Keputusan pabrikan asal Jepang ini untuk mengakhiri produksi di Negeri Beruang Merah tadi menimbulkan pertanyaan terkait nasib tenaga kerja mereka.
Baca Juga: Farewell to The Queen, Jaguar State Hearse Mengantar Ratu Elizabeth II ke Peristirahatan Terakhir
Dalam sebuah pernyataan, Toyota mengatakan operasinya di Moskow perlu direstrukturisasi. Sementara jaringan dealer Toyota dan Lexus masih akan tetap beroperasi.
"Kami akan menawarkan (staf) bantuan untuk kembali mendapat pekerjaan, keterampilan ulang dan kesejahteraan, termasuk dukungan keuangan sesuai peraturan hukum yang berlaku," kata Toyota, dikutip dari US News.
"Setelah enam bulan, kami belum dapat melanjutkan aktivitas normal dan tidak melihat indikasi bahwa kami dapat memulai kembali aktivitas di Rusia pada masa mendatang," lanjut pernyataan Toyota.
Sementara itu Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Rusia mengatakan pihaknya bekerja sama dengan otoritas regional untuk membantu nasib para pekerja.
Pasalnya banyak pabrik di Rusia telah menangguhkan produksi dan menghentikan pekerja karena kekurangan peralatan berteknologi tinggi dampak ketegangan geopolitik dengan Ukraina.
Baca Juga: Penjualan Mobil Bekas Jepang di Rusia Meningkat, Tertinggi dalam Satu Dekade Terakhir
Langkah pabrikan otomotif Toyota atas keberlangsungan mereka berbisnis di Rusia tidaklah sendirian. Beberapa di antaranya senada. Antara lain:
- Renault telah menjual saham mayoritasnya kepada produsen mobil yang berbasis di Rusia Avtovaz ke sebuah lembaga sains Rusia.
- Pembuat mobil mewah seperti Jaguar telah berhenti mengekspor ke Rusia.
- Ford Motor Company dan BMW telah menangguhkan beberapa produksi.
- Volvo pada Juli mulai memberhentikan beberapa stafnya di Rusia yang tahun lalu menyumbang 3 persen dari penjualan bersih grup setelah menangguhkan penjualan, layanan, dan produksi pada Februari.
- Pembuat ban Michelin dan produsen ban Nokian berencana untuk keluar dari Rusia. Michelin mengatakan masalah rantai pasokan terkait sanksi membuat perusahaan tidak mungkin melakukan bisnis di Rusia.