Bobot Baterai dan Populasi Jadi Alasan Produksi Truk Listrik Belum Secepat Mobil Elektrifikasi

Jum'at, 23 September 2022 | 13:39 WIB
Bobot Baterai dan Populasi Jadi Alasan Produksi Truk Listrik Belum Secepat Mobil Elektrifikasi
Mercedes-Benz Trucks gunakan infrastruktur pengisian daya strategis dengan Siemens Smart Infrastructure, ENGIE dan EVBox Group. Sebagai ilustrasi commercial vehicle tenaga listrik [Daimler AG/Daimler Trucks and Buses Communication via ANTARA].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Di tengah maraknya perkembangan mobil listrik kelas passenger car, situasi di sektor commercial vehicle termasuk truk belum bisa mengikuti apalagi menyamai.

Dikutip dari kantor berita Antara, Yannes Martinus Pasaribu, seorang pengamat otomotif Indonesia memberikan pandangan seputar mobil listrik kelas komersial termasuk truk bertenaga listrik.

Akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) ini menyatakan harga kendaraan listrik di segmen besar atau niaga masih cenderung tinggi. Sehingga transisi para pengguna serta produksi pun belum sebanyak passenger car tenaga listrik.



"Kendaraan bertonase besar, apalagi untuk kebutuhan logistik belum siap untuk beralih ke elektrifikasi di waktu dekat. Ini mengingat masih mahalnya harga baterai di samping bobotnya cukup berat. Sehingga, belum dapat mencapai tingkat keekonomian dalam pengoperasiannya," demikian dipaparkan Yannes Martinus Pasaribu.

Baca Juga: Wuling Sambut Transisi Elektrifikasi Indonesia, Siap Reduksi Harga Mobil Listrik Bila Biaya Baterai Turun

Sebagai ilustrasi adalah harga baterai kendaraan listrik jenis Lithium per KWh di luar packing dan setting serta casing saat ini berkisar 160 dolar Amerika Serikat (AS).

"Jadi jika untuk mobilitasnya sebuah truk besar memerlukan baterai berkapasitas 400 KWh, untuk baterai saja sudah membutuhkan biaya sekitar Rp 960 juta. Jelas tidak ekonomis," tandasnya.

Tak hanya sampai di situ, bobot baterai per KWh berkisar 5-7 kg, tergantung teknologi dan produsennya. Maka untuk 400 KWh dari baterai saja sudah mencapai 2 sampai 2,8 ton yang harus dibawa truk.

"Kondisi ini di luar bobot barang yang harus diangkut. Jelas akan mengurangi daya angkut barangnya hanya karena harus menggendong baterai yang sangat berat," kata Yannes Martinus Pasaribu.

Baca Juga: Tim Dosen ITS Rancang SPBKLU: Praktis, Singkat, Tukar Baterai, Bisa Diterapkan untuk Motor GESITS

Kini menilik populasi, kendaraan niaga dalam negeri hanya sekitar 1 persen dari jumlah total populasi 149,7 juta lebih kendaraan bermotor yang ada di Indonesia.

Sehingga konsentrasi pengembangan baterai kendaraan listrik atau Battery Electric Vehicle (BEV) jangka menengah secara strategis lebih tepat ditujukan bagi kendaraan penumpang roda empat dan roda dua. Keduanya memiliki populasi paling besar.

Bila menyimak harga mobil listrik kelas passenger car di Indonesia masih cenderung tinggi jika dibandingkan dengan daya beli masyarakat yang berkisar di angka Rp 200-300 jutaan, bisa dibayangkan pula harga kendaraan elektrifikasi kategori commercial vehicle.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI