Suara.com - Pada akhir pekan kemarin (3/9/2022), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyatakan Pemerintah memutuskan menyesuaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi Pertalite menjadi Rp 10 ribu per liter dari sebelumnya Rp 7.650 per liter, Biosolar Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, dan Pertamax Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.
"Ini berlaku satu jam sejak diumumkannya penyesuaian harga ini, jadi akan berlaku mulai pukul 14.30 WIB," jelasnya.
Dikutip dari kantor berita Antara, Pengamat Isu Strategis, Imron Cotan menyampaikan pandangannya. Yaitu kebijakan menaikkan harga jual BBM Pertamina menjadi momentum untuk memaksimalkan pemanfaatan energi bersih. Juga mengalihkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk sektor yang lebih tepat sasaran.
"Momentum strategis ini harus dimanfaatkan untuk mengalihkan atau setidak-tidaknya membaurkannya dengan energi terbarukan, menuju pada secara total menggunakan energi baru dan terbarukan," demikian paparnya dalam keterangan tertulis di akhir pekan.
Menurut Imron Cotan, saat ini pemerintah Indonesia tengah fokus untuk bisa lebih memanfaatkan penggunaan energi baru terbarukan secara maksimal.
"Kurang lebih 20 persen dari APBN kita terkunci untuk subsidi, dan itu tidak sehat karena selama ini yang terjadi tidak tepat sasaran," tukasnya.
Untuk itu dibutuhkan penajaman penggunaan subsidi, sehingga APBN tidak tertekan.
"Sekarang ada Rp 502 triliun sudah disisihkan dan September ini akan habis. Kalau diteruskan di September, Pemerintah harus menambah lagi Rp 198 triliun," tandas Imron Cotan.
Di sisi lain, penggunaan minyak dengan berbahan fosil di sisi lain juga memiliki dampak buruk. Ia menilai grafik harga minyak dunia terus mengalami peningkatan sejak 50 tahun terakhir. Keberadaan energi berbahan fosil sangatlah terbatas jika terus menerus dieksploitasi dan mampu memproduksi karbon dioksida yang meracuni.
Apalagi pemerintah Indonesia memiliki target supaya bisa melakukan 30 persen reduksi emisi karbon untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat. Jika APBN terus terkunci hanya untuk memberikan subsidi BBM, maka upaya mereduksi emisi itu akan sulit tercapai.
Imron Cotan yang pernah menjabat sebagai duta besar Indonesia ini mengatakan Indonesia memiliki potensi pemanfaatan energi baru terbarukan yang melimpah. Sehingga efisiensi APBN sudah seharusnya dilakukan dengan memberlakukan penyesuaian harga BBM.
"Indonesia bisa sekali (memanfaatkan energi bersih) karena tenaga listrik, air, dan surya melimpah sepanjang tahun. Kita memanfaatkan momentum ini untuk mempersiapkan sumber daya manusia juga. Gas bumi kita praktis melimpah, namun selama ini tidak dimanfaatkan karena terbuai dengan subsidi," tambah Imron Cotan.
Ia menyatakan upaya penyesuaian harga BBM bersubsidi dilakukan demi bisa menghadirkan keadilan di tengah-tengah masyarakat, sehingga sudah sepatutnya rakyat memberikan apresiasi dan mendukung sepenuhnya kebijakan itu.
"Jadi mari kita tunjukkan kesatuan dan persatuan bangsa karena tujuan dari pemerintah itu menghadirkan keadilan di tengah-tengah masyarakat. Subsidi itu tidak lagi semata-mata pada komoditas, tapi kepada masyarakat yang membutuhkan," pungkasnya.