Suara.com - Direktur Pelaksana Yamaha atau Managing Director Yamaha MotoGP, Lin Jarvis baru-baru ini mengemukakan pandangannya terkait penggunaan teknologi hybrid di balap MotoGP.
Menurut lelaki yang dahulu berkarir di Yamaha Europe itu, adalah sangat penting menjaga sport otomotif MotoGP tetap berkelanjutan dalam hal biaya.
Tetapi pada saat yang sama, ajang harus tetap relevan dengan teknologi yang mungkin diterapkan dalam skala produksi agar sepeda motor tetap bisa dibeli.
"Saat ini, Yamaha belum berencana menggunakan unit tenaga hybrid untuk mesin tunggangan rider. Jadi kami belum ke arah sana," kata Jarvis, seperti dikutip dari Speedweek.
Baca Juga: Selamat Berpisah, Tinggalkan Suzuki Joan Mir Berlabuh ke Honda
Sementara itu, bila disandingkan dengan balap single seater roda empat terkencang di dunia, Formula 1 (F1), peraturan penggerak hybrid membuat tim balap jet darat menggunakan Unit Generator Motor Energi Kinetik (MGU-K), Unit Generator Motor Energi Panas (MGU-H), dan Turbocharger.
Pada 2013, F1 telah menetapkan bobot maksimal kendaraan 642 kg. Namun penerapan teknologi hybrid telah menjadikan massa jet darat kini 798 kg.
Akibatnya, biaya produksi juga melonjak, dengan beberapa tim menghabiskan tiga kali lipat lebih banyak untuk unit hybrid.
Akan tetapi, meski belum setuju dengan mesin hybrid yang mahal dan berat, Lin Jarvis menyatakan tetap mendukung penggunaan bahan bakar berkelanjutan.
Baca Juga: Fazzio Youth Project Gelar Hybrid Digital Challenge, Bermotor dari Yogyakarta Sampai Magelang
"Ya, kami juga yakin bahwa pada saat bio fuel digunakan, performa mesin bisa sangat mirip dengan saat ini," tandas lelaki yang kabarnya di masa muda gemar menggeber BSA Bantam 125 itu.
Saat ini baik ajang balap dan pasar sepeda motor masih beradaptasi dengan teknologi hybrid. MotoGP juga masih mempertimbangkan apakah solusi hybrid seperti yang diterapkan pada F1 bisa masuk ke dunia balap sepeda motor.