Suara.com - Baru-baru ini aksi dua orang pemuda menggunakan skuter matik menjadi viral di dunia media sosial. Keduanya mendapat kecaman dari netizen lantaran menggunakan Honda BeAT dengan knalpot brong, atau blombongan, alias saluran gas buang non-standar yang menghasilkan suara melengking.
Parahnya lagi, polusi suara itu sampai ke lingkungan warga yang tengah melaksanakan salat Id. Jelas mengganggu kenyamanan serta ketenteraman.
Diunggah akun visitcianjur, dua pemotor ini membuat geger Masjid Jami Al furqon, beralamat di Jalan Prof Moch Yamin, Sayang - Cianjur. Mereka tampak memain-mainkan gas, dan geber knalpot di depan jemaah. Sungguh tindakan yang tidak terpuji.
Yuk, pahami kembali, penggunaan knalpot brong atau racing yang digunakan tidak sesuai peruntukan. Selain mengganggu kenyamanan, juga melanggar hukum.
Baca Juga: Ingin Mudik Menggunakan Sepeda Motor, Simak Wacana Tentang Keseimbangan Tunggangan
Aturan ini berlaku untuk kendaraan yang menggunakan knalpot tidak sesuai dengan standar pabrikan.
Perlu dicatat, aturan terkait penggunaam knalpot tertulis dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2009.
Di dalamnya disebutkan bahwa motor berkubikasi 80-175 cc, tingkat maksimal kebisingan 80 dB, dan untuk motor di atas 175 cc maksimal bising 83 dB.
Selain itu, hal ini juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 285.
Dijelaskan bahwa knalpot laik jalan merupakan salah satu persyaratan teknis kendaraan dapat dikemudikan di jalan.
Baca Juga: Bersiap Silaturahmi Lebaran Pakai Sepeda Motor? Jangan Lupa Lakukan Peregangan Otot
Pada Pasal 285 ayat (1) berbunyi, setiap orang yang mengemudikan motor di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3), dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.