Rifat Sungkar Bagikan Etika Berkendara: Bunyikan Klakson Mobil Sembarangan Jadi Polusi Suara Bagi Pengemudi Lain

Senin, 02 Mei 2022 | 17:21 WIB
Rifat Sungkar Bagikan Etika Berkendara: Bunyikan Klakson Mobil Sembarangan Jadi Polusi Suara Bagi Pengemudi Lain
Rifat Sungkar [Instagram: rifato].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kesadaran berkendara yang baik tidak hanya melindungi diri sendiri, namun pengguna jalan lain.  Sehingga berkendara menjadi hal yang perlu dipahami bagi para pengemudi, termasuk di momen mudik Lebaran, saat menghadapi kondisi lalu lintas yang padat.  Demikian disampaikan Rifat Sungkar, pereli Nasional, serta Wakil Ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI) bidang mobility.

Etika berkendara adalah peraturan yang tidak tertulis dan seharusnya dipatuhi bersama pengguna jalan. Namun pada kenyataannya, tidak semua bisa menerapkan etika berkendara dengan baik.

Misalnya ada yang dengan mudahnya membunyikan klakson di jalan raya padahal sebenarnya hal itu tidak baik untuk dilakukan kecuali memang sifatnya darurat.

Klakson mobil. [Shutterstock]
Klakson mobil. [Shutterstock]

Jangan sampai hanya hal sepele karena membunyikan klakson yang mengganggu pengendara lain, malah membuat urusan jadi panjang.

Baca Juga: Mencuci Mobil, Salah Satu Persiapan Wajib Sebelum Meninggalkan Kendaraan di Garasi Saat Mudik Lebaran 2022

Adab atau etika pengemudi di jalan juga berkaitan erat dengan menjaga keselamatan orang lain, misalnya tidak menggunakan ponsel selama berkendara dan selalu mematuhi peraturan lalu lintas.

Juga mematuhi batas kecepatan yang berlaku di jalan tol agar tak terjadi tabrakan.  Sebagai contoh, jika ada aturan kecepatan maksimal 100 km per jam, maka patuhilah peraturan itu.

Ketika semua pengguna jalan tol mematuhi peraturan yang sama, kemungkinan terjadinya kecelakaan dapat diminimalkan.

Road rage. Sama-sama naik darah karena disalip dan alami tabrakan di jalan raya. Sebagai ilustrasi [Shutterstock].
Road rage. Sama-sama naik darah atau emosi karena disalip dan alami tabrakan di jalan raya. Sebagai ilustrasi [Shutterstock].

Sebetulnya skill mengemudi itu hanya berperan 10 persen dalam soal keselamatan di jalan raya, sisanya yang 90 persen justru soal emosi. Di sinilah peran defensive driving dibutuhkan, papar Rifat Sungkar.

Brand Ambassador Mitsubishi Motors ini menjelaskan bahwa defensive driving merupakan teknik mengemudi yang mengutamakan pencegahan terhadap terjadinya berbagai kemungkinan buruk, ini artinya juga kesediaan berbagi di jalan raya.

Baca Juga: Masa Libur Lebaran 2022, Ini Daftar Posko Berbagai Brand Kendaraan di Jalur Mudik dan Balik

Mulai dari pejalan kaki sampai pengemudi truk dan bus harus dihormati. Defensive driving juga mengajarkan pengemudi untuk mengelola emosinya dan tak mudah terpancing perilaku pengemudi lain.

"Contoh mudahnya adalah tidak membunyikan klakson mobil secara berlebihan karena suara klakson dapat menjadi polusi suara bagi para pengguna jalan lain. Selain itu akan lebih baik juga Anda mau berhenti sebentar memberikan kesempatan pada pejalan kaki yang hendak menyeberang jalan,"  jelas Rifat Sungkar.

Kemacetan juga sering memicu kelelahan dan jadi tak sabar. Meski begitu Anda bisa menjadi pengendara yang lebih sabar dengan tidak berpindah-pindah lajur atau menyerobot jalur kendaraan lain.

"Tetap akan sampai tujuan kok, bonusnya malah kita jadi lebih positif dan tak mengganggu pengguna jalan lain," tambah ayah dua putra ini.

Jalan raya juga bisa mendatangkan pahala, caranya mudah, cukup dengan menjaga lisan.

"Misalnya bila mobil Anda tersenggol kendaraan lain, yuk coba untuk tak mengumpat. Kadang kata-kata dapat berujung pada permasalahan yang lebih besar," tandasnya.

Terakhir usahakan saat berkendara dengan mental dan pikiran yang positif, karena dengan begini tubuh lebih cenderung tidak mudah lelah. Jika badan tidak lelah maka emosi bisa diredam sehingga perjalanan jadi lebih menyenangkan dan tidak merugikan orang lain.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI