Suara.com - Klakson pada kendaraan berfungsi untuk memberitahu pengguna jalan lain, bahwa kita hendak melewati atau melintasinya. Sayangnya, dalam pelaksanaan banyak terjadi salah kaprah pakai klakson.
Karena ketidaktahuan dalam penggunaan klakson, jadinya tercipta kebiasaan yang salah. Salah satunya adalah penggunaan klakson untuk menyampaikan pertanda marah.
Pasti pernah dengar, suara klakson dibunyikan secara brutal di tengah situasi macet. Hanya karena mobil di depannya berjalan sangat lamban.
Namun perlu dipahami lagi, membunyikan klakson sebenarnya diatur Undang-Undang.
Baca Juga: Pak Jokowi Pemotor Sejati, Simak Patung Ini di Gerbang Sirkuit Mandalika
Berikut aturannya, sebagaimana dikutip dari Wahana Honda:
Undang-Undang Klakson
Dalam undang-undang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 48 UU No 22 Tahun 2009 sudah diatur mengenai klakson.
Jika pengendara tidak menggunakan klakson atau klakson tidak berfungsi, bisa dikenai pasal 285 ayat 1 UU No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ serta Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 di pasal 69 tentang kekuatan bunyi klakson.
Dalam etika berkendara di jalan raya, klakson dirancang sebagai:
Baca Juga: Piala Oscar 2022: "Drive My Car" Raih Penghargaan Terbaik, Panggung Aktingnya Saab 900 Turbo
- Alarm pemberitahuan kepada sekitar, bukan dirancang mewakili emosi negatif maupun positif, terutama bukan dirancang sebagai bahasa perintah (meminta atau menyuruh menyingkir atau minggir).
- Dilarang membunyikan klakson saat melintas tempat ibadah, rumah sakit, sekolah
- Dianjurkan tidak menggunakan klakson di malam hari, sebagai bentuk toleransi sosial terhadap masyarakat.
- Dengan mengetahui etika membunyikan klakson, sebaiknya dipatuhi apa yang sudah menjadi kewajiban, dan hindari apa yang menjadi larangan.
- Karena dalam pasal 285 ayat 1 UU No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ disebutkan, jika terjadi pelanggaran, maka pengendara bisa kena pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Sebagai informasi, di Jepang membunyikan klakson sangat merujuk kepada etika. Jika dilakukan secara berturut-turun dinilai mencari gara-gara dan bisa bikin orang lain tersinggung. Oleh karena itu di Jepang sangat jarang terdengar bunyi klakson.
Demikian pula di berbagai kota di Eropa, Britania Raya, sampai Selandia Baru. Salah satu bentuk pernyataan seputar tidka digunakannya klakson sebagai penunjuk emosi pengguna adalah "klakson tidak dipakai sampai karatan". Bukan lelucon namun kenyataan, karena tingginya toleransi antara sesama pengguna jalan raya.
Bahkan cara berterima kasih antara pengguna mobil di Britania Raya seperti pengalaman Suara.com adalah memberikan kedipan lampu belakang dua kali lantas naikkan lengan dengan telapak tangan terbuka hingga bisa dilihat mobil di belakang kita yang memberikan ruang atau space untuk menyalip kendaraan.
Lalu bagaimana cara "meminta jalan" kepada pengguna mobil yang lain di jalan raya?
Senada: kedipkan lampu depan beberapa kali, dan kendaraan di depan akan mengurangi kecepatan serta menepikan mobilnya ke kiri hingga kita bisa melewati.
Sederhana dan dijamin bebas suara klakson yang tak jarang merusak konsentrasi.