Suara.com - Shell yang berbasis di Inggris dan Total yang berbasis di Prancis pada hari Selasa mengumumkan bahwa mereka memutuskan hubungan dengan Rusia menyusul sanksi yang diberikan pada Moskow atas konflik militer yang sedang berlangsung dengan Ukraina.
Dilansir dari Russia Today (1/3/2022), Total mengatakan tidak akan berinvestasi dalam proyek-proyek baru di Rusia, menambahkan bahwa dewannya mengutuk tindakan Rusia atas yang terjadi di Ukraina.
Mereka juga mengungkapkan solidaritasnya dengan rakyat Ukraina yang menderita konsekuensi akibat perang serta ingin agar orang-orang Rusia yang juga akan menderita konsekuensinya.
Perusahaan energi berbasis minyak ini juga mencatat persetujuannya atas semua sanksi yang dikenakan terhadap Rusia dan berjanji untuk mematuhinya, meskipun ada kemungkinan dampak pada kegiatannya.
Baca Juga: Menparekraf Sandiaga Uno: Wisman Rusia atau Ukraina Tetap Bisa Berwisata di Indonesia
Shell mengatakan akan keluar dari usaha patungannya dengan raksasa energi Rusia Gazprom, dengan CEO perusahaan Ben van Beurden mengatakan dia "terkejut dengan hilangnya nyawa di Ukraina."
"Keputusan kami untuk keluar adalah keputusan yang kami ambil dengan keyakinan. Kami tidak bisa dan kami tidak akan berdiri dengan mereka," kata van Beurden.
Keputusan itu berarti bahwa Shell akan menarik diri dari 27,5% sahamnya di fasilitas gas alam cair Sakhalin II, 50% sahamnya di Salym Petroleum Development dan usaha energi Gydan.
Perusahaan minyak ini juga akan menarik diri dari proyek pipa gas Nord Stream 2 Rusia, di mana ia memegang 10% saham senilai sekitar 1 miliar dolar AS.
Sertifikasi pipa yang telah lama ditunggu-tunggu ditunda oleh Jerman pekan lalu. Keputusan Shell mengikuti langkah serupa yang diumumkan oleh BP Inggris dan Equinor ASA Norwegia. Kedua perusahaan pada hari Senin mengatakan mereka akan menarik diri dari usaha masing-masing di Rusia.
Baca Juga: Setelah Batalkan Turnamen, BWF Larang Atlet Rusia dan Belarusia Ikut Ajang Internasional