Suara.com - GAIKINDO Indonesia International Auto Show atau GIIAS 2021 telah digelar di ICE BSD, BSD City, Tangerang, Banten dan Grand City Convex, Surabaya. Selain animo menyaksikan teknologi mutakhir dunia otomotif, pengunjung menyasar pembelian mobil-mobil baru dengan stiker "PPnBM DTP" atau mendapatkan relaksasi pajak.
Apakah Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah atau PPnBM DTP ini masih dibutuhkan untuk tahun depan?
Dikutip dari kantor berita Antara, Yannes Martinus Pasaribu, pakar otomotif serta akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) menyatakan sebagai berikut.
Ia menilai kebijakan pemberian insentif fiskal berupa penurunan tarif PPnBM DTP masih dibutuhkan sektor otomotif untuk tahun depan.
Baca Juga: Fase Pemulihan Pasar Otomotif Nasional, Persentase Penjualan Toyota Indonesia 84,5 Persen
"Kebijakan PPnBM tentunya masih diperlukan setidak-tidaknya pada triwulan satu dan dua tahun 2022, karena masih diperlukan sedikit waktu lagi untuk mengembalikan putaran ekonomi masyarakat menuju ke daya beli awalnya," jelas Yannes Martinus Pasaribu seperti dilansir kantor berita Antara pada Selasa (28/12/2021).
Ia menyebutkan bahwa peningkatan penjualan mobil pada kuartal ketiga dan puncaknya pada kuartal keempat 2021 tidak lepas dari kontribusi pemerintah melalui diskon PPnBM yang diperpanjang hingga akhir tahun 2021.
Disebutkan pakar otomotif yang telah menuliskan banyak kajian seputar industri otomotif Tanah Air ini bahwa daya beli masyarakat sedang bergerak ke arah yang positif.
Apabila ke depan kasus COVID-19 terus melandai dan tidak ada lagi kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Yannes Martinus Pasaribu memprediksi ekonomi Indonesia akan terus bertumbuh menuju 4,5 persen pada akhir 2022.
Maka terdapat optimisme penjualan di sektor otomotif pada akhir 2022, yang berpotensi bisa mencapai satu juta unit dengan catatan diskon PPnBM masih tetap diberlakukan.
Baca Juga: GIIAS 2021 Bukti Maraknya Mobil Listrik, Ini Daftar EV di Indonesia Tahun Ini
"Jadi, optimisme penjualan mobil tahun 2022 dapat menjadi angka satu juta unit tidak bisa dilepaskan dari penerapan diskon PPnBM," tandas akademisi ITB itu.
Sementara pemberlakuan PPnBM DTP sendiri diperkirakan nilai diskon mulai diturunkan. Sebab pemerintah perlu segera mengisi pundi-pundi kas negara yang tergerus secara masif akibat tekanan pandemi COVID-19.
"Saran, diskon yang diberikan secara gradual dapat mulai dikurangi dari 100 persen secepat-cepatnya ke 75 persen di triwulankedua 2022, lalu 50 persen di triwulan 3 tahun 2022 dan 25 persen di triwulan 4 tahun 2022," ungkap Yanner Martinus Pasaribu.
Penerapan relaksasi PPnBM harus juga didukung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui perpanjangan relaksasi kredit dan jumlah uang muka yang ringan.
"Sebagai bentuk dukungan untuk semakin mempercepat pemulihan ekonomi, para pelaku usaha pembiayaan multifinance nasional memotori layanan kredit konsumsi masyarakat Indonesia yang tidak memiliki cash besar di sektor otomotif ini," pungkasnya.