Suara.com - Penggunaan mobil listrik semakin populer dan mendapatkan tempat tersendiri di kalangan masyarakat. Tak ada yang meragukan bahwa mobil listrik atau elektrik akan menjadi solusi jitu untuk kendaraan ramah lingkungan.
Dengan menggunakan energi listrik, mobil elektrik terbukti mampu menghadirkan efisiensi, performa hingga emisi gas buang yang sangat rendah.
Namun di samping keunggulannya, mobil elektrik bukan hadir tanpa kelemahan. Karena pada kenyataannya, masih banyak masalah teknis yang ditemui mobil ramah lingkungan ini.
Masalah umum mobil elektrik menyangkut beberapa hal. Namun performa dan keamanan baterai masih menjadi isu utama. Mengutip CARRO Indonesia, berikut masalah umum yang kerap terjadi dan dikeluhkan oleh pengguna mobil listrik.
Baca Juga: Perusahaan Ride Hailing Gojek Bantu UMKM, Ratu Maxima Berikan Apresiasi
Isu daya tahan dan keamanan baterai
Baterai masih menjadi masalah utama pada mobil listrik dan hybrid. Pertama adalah isu daya tahan. Meski beberapa pabrikan menyebutkan baterai yang digunakan dapat bertahan lama, namun menurut beberapa penelitian, kinerja baterai mobil listrik umumnya akan menurun ketika penggunaan telah mencapai di atas tiga tahun.
Tak hanya itu, di negara empat musim, banyak yang mengeluhkan bahwa kemampuan baterai akan menurun drastis di suhu yang ekstrem dingin.
Tesla menyebutkan bahwa usia pakai baterai mereka mencapai 1,6 juta km.
Selain itu, meski pabrikan menjamin keamanan baterai, ada beberapa kasus mencatat bahwa baterai rentan mengalami kerusakan yang menyebabkan terbakar atau meledak. Meski kasus ini sudah semakin jarang terjadi seiring pengembangan yang dilakukan oleh pabrikan kendaraan.
Baca Juga: Astra Financial & Logistic Jadi Penyandang Dana Utama GIIAS 2021
Jangkauan jarak terbatas dan ketersediaan stasiun pengisian listrik
Jangkauan jarak juga menjadi isu utama. Umumnya mobil elektrik dapat berjalan rata-rata antara 200 hingga 400 km dalam sekali pengisian bahan bakar. Angka ini tentu tak masalah jika hanya untuk kebutuhan komuter.
Namun ketika akan digunakan untuk jarak jauh, maka perlu penyesuaian kebiasan dan persiapan yang agar tak mengganggu perjalanan.
Ketersediaan charger dan lama pengisian masih menjadi masalah yang dikeluhkan ketika ingin bepergian jarak jauh.
Hal ini dikarenakan untuk pengisian baterai membutuhkan waktu yang tak sedikit.Juga diperparah dengan ketersediaan stasiun pengisian listrik hingga pengisian fast charging yang masih terbatas. Sebagai gambaran, dengan menggunakan charger konvensional, pengisian baterai dari kondisi kosong hingga penuh, membutuhkan waktu antara 6 hingga 12 jam.
Dukungan servis dan mekanik
Ketersediaan dukungan teknis, spare part dan mekanik membuat calon konsumen kerap berpikir ulang sebelum membelinya.
Layaknya kendaraan pada umumnya, mobil listrik perlu mendapatkan perawatan berkala.
Secara garis besar, perawatan berkala pada mobil elektrik ini tak berbeda jauh dengan mobil konvensional. Namun pada beberapa sektor seperti baterai dan motor listrik, memang membutuhkan dukungan teknis, spare part serta mekanik yang berkualifikasi.
Di banyak negara, ketersediaan ini masih terbatas dan hanya di kota besar.
Nilai jual kembali mobil listrik yang masih rendah
Tesla Model 3 mulai menjadi favorit di pasar mobil listrik bekas. Sehingga tak banyak pemilik mobil yang kuatir dengan resale value atau nilai jual kembali mobil elektrik mereka akan terjun bebas.
Tentu hal ini akan sangat mempengaruhi keputusan calon pembeli saat memutuskan untuk membawa mobil elektrik ke garasi rumah mereka.
Namun tampaknya hal ini akan berubah, seiring semakin banyaknya mobil elektrik yang berbedar, maka pasar mobil listrik bekas juga akan terbentuk dengan baik.
Harga mobil listrik masih tinggi
Sudah jadi rahasia umum jika mobil elektrik membutuhkan biaya produksi yang lebih tinggi dari mobil konvensional.
Untuk untuk di beberapa negara, termasuk Indonesia, memberlakukan insentif pajak agar harga mobil listrik semakin terjangkau. Namun tetap saja, bagi sebagian besar konsumen, harga yang ditawarkan masih terlalu tinggi.