Suara.com - Dua produsen otomotif asal Jerman, Daimler dan BMW berencana membatasi volume model premium mereka sampai kelangkaan chip semikonduktor bisa diatasi.
Langkah ini dipilih kedua perusahaan dalam upaya untuk mengunci kenaikan harga tak wajar. Kekurangan chip semikonduktor, yang menjadi komponen penting pada mobil dianggap telah melumpuhkan industri otomotif. Padahal di sisi lain, kondisi pemasaran mulai membaik, yang ditandai dengan pulihnya permintaan.
Meskipun kedua perusahaan sudah beralih dari pendekatan berbasis volume sebelum COVID-19, kesediaan pelanggan untuk membayar harga yang lebih tinggi selama pandemi telah mendorong mereka untuk memilih strategi berbeda.
"Kami secara sadar akan mengurangi tingkat permintaan produksi," ujar Harald Wilhelm, kepala keuangan Daimler, seperti dikutip dari Financial Times.
Baca Juga: Intip Kendaraan Elektrik BMW, Performa Setara Motor tapi Tampang Mirip Sepeda
Sementara itu, Kepala keuangan BMW Nicolas Peter mengatakan bahwa perusahaan mengelola pasokan untuk mempertahankan kekuatan harga di level saat ini.
"BMW telah melihat peningkatan yang signifikan tentang kekuatan harga dalam 24 bulan terakhir," kata Nicolas Peter.
Seorang analis industri otomotif Bernstein dan diler mobil, Arndt Ellinghorst menyebutkan bahwa kekurangan chip telah membuat persaingan antar industri. Pasokan chip yang terbatas, akan menandai pendekatan baru dalam penetapan harga dan penjualan model premium.
"Pandemi telah benar-benar membuka mata semua orang. Paradigma yang berbeda mungkin terjadi," terang Arndt Ellinghorst.
Lebih lanjut dijelaskannya, diskon yang biasanya ditawarkan kepada pelanggan di diler biasanya sekitar 15 persen. Tetapi beberapa model akan dijual dengan harga yang tak biasa.
Baca Juga: Bos Daimler: Kekurangan Chip Semikonduktor Bisa Berlangsung Sampai 2023
Penurunan satu persentase poin dalam diskon rata-rata akan menambah keuntungan 20 miliar dolar Amerika Srikat (AS) untuk produsen mobil, menurut Ellinghorst.
"Diskon di Eropa dan Amerika Serikat telah turun setidaknya dua kali lipat dari jumlah itu dari puncak pra-pandemi," tutupnya.