Suara.com - Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI), Riyanto menyatakan bahwa penerimaan kendaraan listrik atau Electric Vehicle (EV) di Indonesia akan bergantung pada ketersediaan infrastruktur. Baik yang dibangun pemerintah maupun swasta.
Dikutip dari kantor berita Antara, Riyanto mengatakan perkembangan mobil listrik di Indonesia yang awalnya lambat bisa bertumbuh. Analoginya seperti marketplace. Pembangunan infrastruktur jaringan telekomukasi ikut berperan dalam perluasan.
"Saya yakin (mobil listrik) jika eranya sudah masuk akan berkembang. Seperti marketplace saat infrastruktur belum tumbuh. Namun setelah infrastruktur dan ekosistem IT mendukung, langsung booming juga. Begitu juga saya kira di kendaraan listrik," ungkapnya sebagiamana dikutip dari kantor berita Antara pada Kamis (26/8/2021).
Riyanto menyebutkan bahwa produsen mobil dan pemerintah tidak bisa memaksakan penjualan mobil listrik dalam waktu dekat. Sebab bisa menimbulkan masalah jika infrastruktur pengisian listrik, servis kendaraan hingga suku cadang baterainya belum banyak tersedia.
Baca Juga: Universitas Syiah Kuala Kembangkan Mobil Listrik, PLN UIW Aceh Berikan Bantuan
Selain itu, harga kendaraan listrik yang lebih mahal dari mobil bermesin bensin juga menjadi kendala, di mana konsumen akan lebih memilih mobil dengan harga yang lebih terjangkau.
"Situasi sampai 2025-2030 itu target penjualan kendaraan listrik 20 persen, dan untuk mendekati itu masih mustahil," tandas Riyanto.
Indonesia telah memulai upaya percepatan kendaraan listrik melalui Peraturan Presiden Nomor 55/2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Produksi mobil listrik di Indonesia ditargetkan mencapai 600 ribu unit dan sepeda motor listrik 2,45 juta unit pada 2030.
Selain mobil listrik, peneliti LPEM UI ini juga mengimbau agar pemerintah dan swasta tetap mengembangkan biodiesel sebagai solusi bahan bakar yang mendatangkan nilai ekonomis serta bersifat lebih ramah lingkungan.
Baca Juga: Tinjau Vaksinasi COVID-19, Wali Kota Kendari Kemudikan Mobil Listrik
Biodiesel akan lebih menguntungkan dibandingkan solar biasa karena bisa diproduksi di dalam negeri dan menjadi bahan bakar industri dan transportasi umum maupun logistik.
"Dengan mengembangkan sumber daya yang kita miliki akan jauh lebih menguntungkan. Kita kembangkan saja biofuel sawit, solar dari sawit. Bagus untuk lingkungan sekitar dan mereduksi CO2 juga," pungkasnya.