Suara.com - Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani meminta pemerintah untuk melakukan penundaan pemberlakuan laran terhadap truk Over Dimension Over Load (ODOL) atau truk yang kelebihan bobot serta ukuran dari jalan raya.
Kementerian Perhubungan berencana untuk memberlakukan larangan truk ODOL dari jalanan pada 2023 setelah diundur dari 2022. Aturan sempat akan diterapkan pada 2020 dan 2021, tetapi atas desakkan para pengusaha diundur ke 2023.
Para pengusaha, seperti sebelum-sebelumnya, mengaku kesulitan untuk mengikuti aturan tersebut karena beratnya biaya. Apa lagi saat ini sedang terjadi pandemi Covid-19.
“Untuk saat ini, tidak mungkin memaksakan sesuatu yang hanya bisa dilakukan dalam kondisi normal. Kalaupun dipaksakan ODOL harus diimplementasikan pada tahun 2023, tentunya akan menuai banyak masalah,” kata Hariyadi Sukamdani dalam keterangan persnya, Senin (26/7/2021).
Baca Juga: Program Magang Kemnaker Didukung Apindo dan JJC
Zero ODOL punya konsep bagus yakni menyesuaikan kondisi daya dukung jalan dengan angkutan truk yang lewat agar biaya perawatan jalan jadi tidak mahal.
“Pada prinsipnya dunia usaha mendukung kebijakan itu,” katanya.
Hanya saja, Dalam masa transisisi untuk menuju zero ODOL, Hariyadi Sukamdani menyarankan pemerintah perlu menyiapkan sejumlah insentif bagi dunia agar kebijakan itu bisa direalisasikan.
Hal ini, kata Hariyadi Sukamdani, karena ada alokasi dana cukup besar yang harus dikeluarkan pengusaha untuk peremajaan truk dan investasi truk baru ditengah situasi yang masih tidak menentu hingga saat ini. Apalagi, investasi untuk truk multi axle yang merupakan truk pengangkut yang banyak dipergunakan di perkebunan tidak murah.
Hariyadi Sukamdani meminta Kementerian Perhubungan dan Kementerian Keuangan menyiapkan insentif bagi industri yang banyak menggunakan truk pengangkut agar harganya bisa kompetitif.
Baca Juga: Truk ODOL Bebas Lewat, Anggota DPRD Riau Sebut karena Ada Beking Kuat
“Insentif baik berupa keringanan pajak maupun fiskal untuk pembiayaan truk sebaiknya berbunga rendah agar bisa direalisasikan,” kata dia.
Pada prinsipnya, upaya yang dilakukan pemerintah dalam pemberian insentif harus harus mengarahnya pada pembenahan industri agar dapat beroperasi lebih baik dengan investasi yang kompetitif.
"Kalau harga untuk investasi truk yang ditawarkan menarik karena ada insentif pemerintah, tentu pengusaha tidak keberatan. Dana untuk insentifnya bisa saja diambil biaya pemeliharaan jalan yang kedepan pastinya akan jauh berkurang,” kata dia.
Hariyadi Sukamdani juga minta pemerintah bisa memberi insentif lain baik PPH atau PPN agar para dunia usaha bisa bertahan dan tidak terjadi lonjakan pengangguran.
Sementara itu, pengurus Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Agung Wibowo mengatakan, industri perkebunan kelapa sawit membutuhkan biaya Rp 59 triliun untuk menjalankan kebijakan bebas kendaraan dengan muatan berlebih (ODOL) pada 2023.
Perinciannya, Rp 10 triliun untuk peremajaan armada lama sebanyak 14.628 unit dan pengadaan truk baru sebanyak 70.837 ribu unit senilai Rp 49 triliun. Kebijakan ODOL juga membuat biaya angkut logistik di industri perkebunan melonjak dua kali lipat menjadi Rp 32 triliun per tahun.